Senin, 24 Februari 2014

Lose Something

Diposting oleh Rumah Kopi di 11.44 0 komentar

Ada yang hilang. Jiwaku tak tenang. Huhuuu kek lirik lagu. Ehm ... Bukan menjiplak tapi emang pas untuk mewakili keadaanku saat ini.
Aku bingung! Serius nih. Kenapa tiba-tiba ada yang bikin perasaanku nggak enak kek gini, sih? Bukan. Bukan, lah ... Nggak ada seorang pun yang menyalahi hatiku. Aku aja yang nggak tau kemana arah jalanku saat ini. Gimana bisa jadi manusia yang berprestsi? Kalau segalaa hal dilakukan dengan setengah-setengah.

Hei! Apa maumu, Nak ... Siapa dirimu yang bisa dengan mudah memperoleh segala sesuatu yang kamu mau?
Kemana semangatmu yang selalu menggebu dulu. Haruskah kamu ditendang! Haruskah dengan kekerasan untuk membuatmu sadar bahwa segala hal butuh perjuangan?
Alih-alih konsiten sama komitmen, eh, malah main-main dengan masa depan sendiri!

Hei! Hei! Kamu udah dewasa! Harusnya udah berkeluarga, malah. Kok bisa-bisanya masih bermain dengan sesuatu yang serius.
Jika kamu nggak pernah memulai? Bagaimana bisa kamu tau hasilnya?

Kalau tau akhirnya seperti ini, kenapa juga kamu melakukannya? Duh, banyak orang yang hancur lantas kenapa kamu malah terjun dan membaur ke dalamnya!

Keluaaaaaaarrr! Angkat kaki dari hal yang bikin kamu nggak semangat! Ingat, key ... Nggak ada seorang pun yang mampu menolongmu kecuali dirimu sendiri!

Ayolahh! Jaga yang sudah kamu miliki. Dan berjuanglah untuk mendapatkan yang memang pantas kamu raih. Lawan rasa malas, resah, minder dan ketakutanmu. Semua orang punya rasa itu, tapi hanya orang yang bodoh yang nggak bisa mengalahkan hal buruk itu.

Bangkit! Bangunnn! Jangan tidur! Dasar pemalasss!

Kau tau mana yang patut dipertaghankan dan mana yang harus ditinggalkan, bukan?

Jalan hidup kamu sendiri yang menentukan. Bahagia, kamu sendiri yang menciptakan. Ayoo ... Kejar mereka. Setidaknya kamu harus berusaha, key.

Senin, 10 Februari 2014

I’m Not Perfect Person (catatanku hari ini)

Diposting oleh Rumah Kopi di 11.05 0 komentar
Huaaaa pagi-pagi udah ada insiden berdarah untung lukanya kecil nggak bakal mati deh kalau cuma kek gini. Eh :v
Harus fokus dengan apa yang sedang dijalani. Pikiran nggak boleh melayang kesana kemari. Bukankah nggak ada persoalan yang tak terseleseikan?
Masalahnya hanya akan terpecahkan dengan hati yang lapang.

Hei, kemana perginya orang-orang? Kenapa aku merasa sendirian? Kemana lenyapnya suara yang sibuk mencari-cariku? Apa mereka udah nggak perduli lagi padaku? Eng ... Terima aja deh! 

Sendiri mengajariku untuk berani, mandiri, dan tangguh. Nggak kemenye yang setiap saat selalu membikin orang lain bingung dengan sikap lebayku. Bukankah ini yang aku inginkan? Mandiri! Mandiri! Mandiri! Aku nggak butuh siapa-siapa karena Allah selalu bersama dan menjagaku.

Satu kesalahan yang dilakukan baik disengaja atau tidak, bisa menghapus semua kebaikan yang pernah ada. 
Ayolah! Aku bukan Malaikat yang nggak punya napsu serta keingin. Aku bisa marah, sedih, bahagia. Aku nggak akan memaksa orang lain untuk menyukaiku, perduli pada semua masalahku, selalu berada di sisiku. Ingatkan jika aku keliru. Itu saja sih, yang aku inginkan.

Taukah? Bahwa aku juga ingin fokus pada diriku sendiri. Aku butuh waktu untuk berpikir dan menyendiri. Ketika aku diam, bukan lantaran aku sombong atau nggak mau tau urusan orang, tapi saat itu aku benar-benar letih. 

Apa iya, aku harus sibuk mencari satu persatu. Menyapa, melempar senyum, beramah tamah? Lantas, kapan giliran kalian menyapaku, tersenyum padaku? Diam salah. Banyak aktif dikira nyari sensasi. Oh, Tuhan. -_-

Kemarin, ada seorang teman bertanya padaku, ”Key, apa kamu nggak sedih, saat orang-orang mengataimu sombong, blagu, seperti itu?”

Sempat kaget ketika ada yang menanyakan hal itu. Tapi, aku jawab dengan santai supaya suasana nggak kaku.

Jujur, awalnya aku sedih saat dikatain sombong, blagu, apalagi sok kecakepan?Tapi, yang jelas aku nggak merasa kek gitu. Mereka juga nggak salah kok. Mungkin, aku memang terlihat angkuh. Mereka boleh menganggapku begini begitu. Asal jangan menyimpulkan sesuatu atas dasar argumentasi semata. 
Yah! Santai aja lah! Pokoknya yang terpenting aku tau siapa diriku. Dan selalu belajar untuk menempatkan diri sebagai mana mestinya. Belajar untuk menghormati dan menjaga perasaan orang lain. Sampai-sampai aku terlihat bego dan nggak punya pendirian.

Biarlah!

Aku lebih suka kek gini. Menurutku, selama aku mampu aku akan berusaha membuat orang di sekelilingku nyaman. Dan bahagia karena kehadiranku. Hidupku akan berguna jika banyak mendatangkan manfaat bagi orang lain.

Tapi, kembali lagi. Aku bukan manusia yang sempurna. Jika suasana hatiku lagi nggak kondusive, bisa saja aku malah menjadikan orang di sekitarku, sasaran emosi dan lelahnya hatiku. Untuk menghindari ini. Mending aku sembunyi. Menutup diri.

Satu hal yang sangat kuhindari, bermsalah dengan orang lain! Berselisih dengan orang lain! Oh, tidak! Jangan sampe kek gitu.
Saat sedih, emosi, dan dapat masalah, aku pilih menyendiri supaya nggak menimbukan masalah baru. Jika aku udah merasa nggak mampu, baru aku minta bantuan pada mereka yang lebih pengalaman dariku.


Minggu, 09 Februari 2014

Relawan Wanita Dari Inggris

Diposting oleh Rumah Kopi di 02.31 0 komentar


Tidak satu malam pun ia lewati dengan perasaan tenang. Hari-harinya disuguhi pemandangan yang telah merampas senyum pada wajahnya yang oval. Gadis berambut ikal berusia 23 tahun itu tak lagi punya waktu untuk mematut dirinya di depan cermin. Namun tidak terlintas dibenaknya untuk meninggalkan tempat yang pantas di sebut neraka tersebut.  Tumpukan potongan anggota tubuh teronggok begitu saja pada sudut di salah satu bangunan rumah sakit. Bau busuk, anyir darah, sudah menjadi bagian dari hidupnya setelah ia memutuskan menjadi suka relawan. Bahkan, beberapa teman yang datang bersama dengannya beberapa minggu lalu, tewas akibat peluru nyasar yang mendarat di tubuh mereka.

“Mungkin, aku tak akan pernah kembali ketengah kalian. Tapi, jangan pernah bersedih dan menangis untukku. Anggap saja aku sedang liburan. Melakukan  perjalanan yang menyanangkan. Bertemu dengan banyak teman di tempat yang menakjubkan.” Pesan terakhir yang dikirim Ella Tucker  melalui surat. Ia berada di Jerman Belgia kini. Minimnya fasilitas komunikasi, membuat sebagian besar keluarga yang ditinggal sanak saudara pergi kemedan perang tidak mengetahui keberadaan pasti, anggota keluarganya yang tak pernah pulang.

***
 
Ujung-ujung air  menghujam  kepala yang dilindungi mantel berwarna abu-abu. Pagi itu ketika penunjuk waktu belum bergesar dari angka tujuh, Ella bergegas ke luar dari rumah sakit.  
Akhirnya, pemilik sepasang kaki jenjang itu memelankan langkahnya menyusuri tempat di mana baku tembak antara tentara Jerman melawan tentara Inggris berlangsung tadi malam, dengan kekalahan berada dipihak Inggris. Mayat-mayat berserakan dengan berbagai luka yang tak akan pernah dapat ia lupakan seumur hidup. Genangan air hujan menjelma menjadi anak sungai dengan aliran yang berwarna merah. Bak radar, sepasang retinanya mengamati satu persatu tubuh yang tidak lagi bernyawa. Tucker kembali melangkah hati-hati. Ia berhenti sejenak mengamati salah satu korban yang tewas. Tersemat lambang bendera kebangsaannya pada seragam salah satu mayat yang keningnya berlubang akibat muntahan timah panas itu. Ia menelan ludah. Menghela napas dan kembali mencari tentara perang yang masih bernyawa. Hening dan mencekam. Seolah tak ada tanda kehidupan. Belgia bagaikan kota mati saat itu.
 
Bangunan di sekitar ia berdiri, banyak yang rata dengan tanah akibat ledakan boom. Jikalau pun ada yang masih terlihat kokoh, bentuknya tidak lagi sempurna. Ella Tucker  bersama dengan Edith Cavell dan beberapa perempuan lainnya bertugas mengurus tentara yang terluka akibat perang. Baik pasukan dari Jerman, maupun tentara sekutu yang kebetulan bersal dari Inggris, di mana Tucker lahir dan dibesarkan.

***

Malam itu seperti yang sudah-sudah, Tucker membantu tentara Inggris yang menjadi tahanan perang Jerman, untuk kabur dan kembali ke negaranya. Perempuan itu mengerti bahwa hal ini bahaya. Nyawa adalah taruhannya. Tapi, kembali lagi atas dasar kemanusian, pemilik mata biru muda itu masih nekat melakukan aksinya.

"Kamu sudah siap?" tanya Ella pada lelaki berambut cepak yang berdiri di sampingnya. Lelaki yang masih mengenakan seragam sama ketika ia melawan sekutu tersebut, mengangguk yakin.

Keduanya mengendap-endap berjalan meninggalkan rumah sakit. Sesekali tiarap menghindar dari sorotan lampu mercusuar. Derap langkah beberapa tentara yang sedang patroli, tak ayal membuat adrenalin keduanya terpacu. Keringat pun terus bercucuran. Akhirnya perjalanan berbahaya itu berhenti di depan parit yang tertutup oleh lempengan besi. "Buka penutup parit ini dan ikuti aku menuruni anak tangga yang ada di dalamnya." Ella memerintahkan hal itu pada Zean lelaki sebangsanya tersebut. Ia kembali mengangguk. Kedua tangannya yang kekar menggeser lempengan besi itu, pelan.

Ella terlebih dulu masuk, diikuti Zean yang tak lupa kembali menggeser penutup parit tersebut. "Kamu selamat kini. Di bawah sana, lewat saluran air bawah tanah aku akan mengantarmu meuju pintu yang meiliki akses dengan dunia luar, yang jauh dari wilayah pertempuran," ujarnyapenuh opstimis.

Ella Tucker menghentikan langkahnya mendadak padahal ia belum menyelesaikan menuruni anak tangga itu. Jantungnya seakan berhenti berdetak. Darah yang mengalir di seluruh tubuh lansingmya, berdesir panas. Kedua biji matanya nyaris lompat dari tengkorak yang membingkai. Zean tak kalah terkejutnya dengan perawat berparas lembut tersebut. Mulutnya terbuka lebar ketika menyadari beberapa tentara Jerman berdiri tegap di depan mereka lengkap denga revoler Ak-47 yang disilangkan di dada keenam tentara itu.  Rupanya gerak-gerik Ella Tucker telah tercium oleh serddu Jerman.

***
Pada kamar yang gelap Ella disekap. Luka lebam menghiasi tubuhnya. Penyiksaan demi penyiksaan telah ia terima selama beberapa minggu setelah kejadian malam itu. Zean ditembak di tempat.


Jumat, 07 Februari 2014

Sakura Drop

Diposting oleh Rumah Kopi di 17.25 0 komentar

Apa yang menarik dari sini?

Sakura mendadak jadi primadona. Bagaimana tidak? Keberadaannya yang sangat terbatas tentu dielu-elukan berbagai pihak. Sekonyong-konyong banyak potografer yang ingin mengabadikannya.

Apa hubungannya dengan tema tulisan yang akan aku usung kali ini?

Hemm. Sebenarnya nggak ada, sih, hanya saja aku ingin menjadi sakura. Ekseklusiv dan disukai banyak orang. Tanpa cacat. Sakura tumbuh begitu sempurna. Sayangnya semua hanya sementara. Keindahan sakura tak bisa bertahan lama. Ketika hujan mengguyur kelopaknya yang indah, sakura pun tak lagi merekah. Tak jarang banyak yang berguguran di tanah. Persis dengan apa yang terjadi dalam hidup ini. Hal baik atau buruk, semua hanya sementara terjadinya. Maka harus dinikmati dan dijalani sebaik-baikknya.

Sayang sekali, itu hanya ucapan. Kenyataannya, menjalani tak semudah itu. Hati adalah bagian paling sensitif dari manusia. Mobilitas penggerak. Jika hati sedang tidak merasa nyaman, kegiatan yang dilakukan pun juga berantakan.

Hati.

Oh, ada apa dengan hatiku? Ingin rasanya aku menangis. Tapi, air mata tak dapat keluar. Gelisah. Jika sakura riskan terhadap guyuran air hujan, maka hati, rentan dengan keadaan yang tak nyaman. Nggak betah. Ingin pergi. Namun, semua juga harus dipertimbangkan lagi. Tak boleh gegabah. Ikuti saja aturan mainnya. Toh, semua hanya sementara.

Kamu, key, tidak akan tau bagaimana menjaga dan berhati-hati, sebelum terbentur dengan masalah yang seperti ini. Aku bingung. Sungguh. Ya ampun, padahal baru beberapa hari menikmati kehidupan baruku. Semua sudah berlalu. Cepat sekali.

Kali ini aku tak ingin berbagi. Kusimpan semuanya sendiri. Di sini. Barangkali meskipun hatiku penuh sesak dan tak kuat menampung sekali pun, aku tak ingin bercerita dan membaginya.

Aku benci aturanmu. Aku tak tahan. Tapi, Semua sudah terlanjur. Sialnya aku tak punya pilihan. Yah! Mau nggak mau, harus maju. Semoga kamu berubah.

Kau munafik. Baik jika dikasih sesuatu. Padahal aku sudah mati-matian, profesional kerja. Namun, di depanmu aku selalu saja keliru.

Biarin deh! Jalani saja. Jika hidup itu asem manis. Pasti ngga selamanya kan, kamu membuatku tertekan.

Pasrah pada-Mu Tuhan. Lindungi aku.

 

Rumah Kopi Copyright © 2010 Design by Ipietoon Blogger Template Graphic from Enakei | web hosting