Kita adalah bara api yang sama-sama memiliki
kekuatan besar untuk saling menghanguskan. Karaktermu begitu kuat. Sedangkan
mungkin daya tarik yang ada padaku (bukan fisik) mampu mengikatmu lama
bertahan.
Kita saling …. Ah! Kurasa kita tidak saling
mencintai. Hanya pernah jatuh hati saat awal bertemu. Kau begitu menggebu-gebu.
Dan aku sempat risih atas perilakumu itu. Aku bukannya menyombongkan diri
tetapi aku mengenali diriku. Aku tahu ada benteng yang menjulang tinggi—kau tidak
mampu memanjatnya, menurutku. Maka dari itu aku meragu. Membatasi diriku. Dan
ternyata kau memang memiliki karakter begitu kuat terus meringsek merobohkan
pertahananku.
Sialnya ketika kau sampai pada puncak tertinggi dan
mendapatkan hatiku seluruhnya, justru kau sudah kehabisan tenaga. Kau yang dulu
aku kagumi pergi entah kemana? Perlahan aku hanya mendapati ruang kosong.
Gelap. Pengap. Kau yang dulu penuh warna dan selalu hadir dengan kesejukan itu
lesap. Lenyap. Bisa jadi hal tersebut aku yang menyebabkanny. Entah?! Aku seperti
setan kelaparan mencari-cari sumber kehidupan tetapi benar-hbenar tak kudapati
darimu. Kau sudah lebih dulu mati. Mati. Mati. Hatimu mati.
Kau tersiksa dan aku terluka. Kita sudah lama tidak
saling cinta, namun kita memaksa bertahan. Bukan demi sesuatu tetapi mungkin
saja menyayangkan kebersamaan yang telah kita lewati selama setahun ini hilang
begitu saja.
Kau dan aku tidak bahagia. Kau berusa namun upayamu
tidak diikuti niat yang sungguh. Maka yang ada sehari kita adem ayem—enam hari
kita berantem. Dan apa kau lupa dari dulu aku memang type orang yang tidak
menyukai keramaian. Dunia kita berbeda.
Aku merindukanmu yang dulu. Aku terus berusaha
bertahan dan mencoba menemukan. Kautahu itu menyakitkan. Aku lelah. Lagi pula
kautidak pernah benar-benar memahamiku. Aku tidak menyalahkanmu. Yang aku tahu
kau type orang “malas” ribet—tentu saja itu wajar. Hidupmu seperti jarum jam
yang bergerak dengan tempo sama pada tempat yang sama pula. Kau bilang bosan
dengan keadaan. Kau saja bosan dengan keadaanmu bagaimana dengan orang-orang di
sekitarmu, aku? Kau sendiri tidak beritikad keluar dari lingkaran itu. Maka
dari situ aku turut lelah bersamamu. Usahaku kau abaikan. Niatku tidak kau
hiraukan. Kau menuntut untuk dimengerti tanpa memahami apa yang dibutuhkan
untuk mempertahankan hubungan ini.
Berakhirlah jika memang jalannya begini. Aku
mengiklaskan atas apa yang terjadi di antara kita. Aku memaafkan atas perlakuan
burukmu terhadapku. Begitu pula maafkan atas kesalahanku.
0 komentar:
Posting Komentar