Ada waktu di mana, keputusan itu musti kuambil tanpa persetujuan orangtua. Terlepas hal tersebut bukanlah merujuk hal-hal negatif. Aku paham, berapa pun usiaku, sedewasa apakah diriku, setatusku tetaplah anak. Anak yang selayaknya patuh pada aturan.
Tetapi ini hidupku. Aku juga berhak menentukan sendiri tentang apa yang mau atau tidak mau kulakukan. Aku ingin berkembang selayaknya orang dewasa. Melakukan banyak hal sesuai kata hati. Semisal, menunda mengenalkan seseorang yang akan menjadi pedampingku kelak. Aku punya alasan mengapa hal itu kulakukan.
Saat pikiran sedang jernih, tanpa emosi tentu saja, tiba-tiba terlintas hal ini, bahwa yang terpenting adalah bagaimana menyelami hati masing-masing, menguatkan rasa yang sudah terjalin, menyamakan atau paling tidak mencari jalan tengah atas prinsip hidup yang kadang tidak seirama. Menurutku itu lebih penting dari pada mengenalkan pada orangtua.
Semalam ibu bertanya: Kenapa Mamasmu belum juga punya etikad bersulaturahmi dengan Bapak Ibu?
Lalu aku mencoba memberi pengertian pada ibu. Kusampaikan padanya bahwa ini pilihanku. Maksudku, aku memilih untuk tidak atau menunda mengenalkan pada orangtua. Alasannya sudah jelas. Lagi pula, jika sudah saatnya nanti, aku dan seseorang yang menjadi pendampingku itu, pasti pulang meminta restu.
Belajar dari pengalaman sebelumnya, bahwa mengenalkan pasangan pada orangtua bukan berarti ikatan di antara kami sudah benar-benar kuat. Yang terpenting adalah, orang yang kupilih itu merupakan orang baik-baik. Dari keluarga baik-baik. Kami saling menyayangi. Itu saja menurutku cukup untuk saat ini. Akan ada waktunya di mana hubungan ini akan kami bawa pada jenjang resmi.
4 komentar:
Hehehe... Duuuh, yg udah gedeee hehe.
Terus semangaaaat :)
Huahahaaaaa ngumpet deh malu.
Makasih, Mas Dedi. Terus semangat juga. 😄
Cieeeeeee....
Semoga nanti segera dikenalkan yaa...
Huaaaaaaaa ember mana ember. Ngumpet lagi. :D
Terima kasih sudah mampir, Bang Syaiha.
Posting Komentar