Kamis, 03 September 2015

Tuhan, Maaf Aku Mengeluh Lagi

Diposting oleh Rumah Kopi di 16.14
Baru kali ini, aku benar-benar berada di jalan buntu. Ingin rasanya melemparinya dengan benda apa saja yang ada di dekatku. Tetapi untuk apa? Menumpahkan kekesalan, meskipun hal itu kamu yang menyebabkan semua, kurasa itu bukan sikap orang dewasa. Mau melempar apa tadi?

Sebenarnya aku paham ini. Tentang keinginanmu mencari kehidupan lebih baik. Tetapi sayangnya, kamu mempertaruhkan segalanya pada hal yang masih belum tahu latar belakang baik buruknya. Iming-iming kilauan keindahan itu begitu dahsyatnya memelintir otak, sehingga kamu kalis bersama mimpi-mimpi. Barangkali kamu lupa atau tidak sempat memperhitungkan atau tidak mau tahu, seberapa curam jurang-jurang di bawah sana.

Ah! Aku pikir bukan waktu yang tepat meratapi keterpurukan ini. Namun apa, apa yang bisa diupayakan untuk keluar dari lumpur hidup ini. Kukatakan pada kalian, ini adalah lumpur hidup. Jika banyak bergerak, aku bisa mati tenggelam. Akan tetapi jika diam saja, juga mati pelan-pelan. 

Tuhan, maaf aku mengeluh lagi. Aku benar-benar tidak tahu mesti melakukan apa? 

Kadang-kadang aku berpikir, haruskah aku berbuat sejauh ini? Bukankah aku belum mempunyai kewajiban untuk melakukan hal ini. Tetapi hati kecilku tidak bisa tinggal diam jika mengetahui, orang terdekatku menderita seperti itu. Aku tidak keberatan menjadi tumpuhan terakhirmu setiap kali masalah besar jatuh membebani. Tapi aku hanya tulang rusuk, yang kekuatannya tidak seperti tulang pada punggung. Aku terbatas. 

Barangkali kamu lupa, kita adalah entitas organik yang berperan sebagai roda penggerak, penopang kehidupan. Atas nama kebahagiaan dan rasa tanggung jawab terhadap keluarga, kita berdua larut sebagi tumbal. Dan segala yang kita lakukan mesti diperhitungkan dengan sebaiknya-baiknya. Merumuskan, tentang langkah apa yang harus ditempuh jika kenyataan kita kalah dalam perjudian. Tetapi kamu lupa akan hal itu. Aku pun tidak sanggup mematahkan keinginanmu.

Semua hal datang begitu cepat. Berbondong-bondong seperti pawai kemerdekaan. Aku sampai kepayahan dan tidak sempat menyeka keringat yang bukan lagi menetes, namun mengucur layaknya curah hujan bulan desember. Lagi pula, kedatangan berbagai hal itu, tidak sesederhana peristiwa lakon biasa. Semua butuh ditebus dengan nominal yang entah berapa besar jumlahnya. 

Tuhan, maaf aku mengeluh lagi. Meskipun ini tidak pantas. Engkau di sana, pasti sedang tersenyum kan, Tuhan? Karena Engkau tahu sejak awal akan adanya hal ini. Kuharap, Engkau tidak muak oleh doaku yang hanya itu-itu saja. Tuhan yang baik, ini hanya lakon sementara, bukan? Aku tahu di atas kuasa-Mu, aku akan baik-baik saja.

2 komentar:

Unknown on 3 September 2015 pukul 16.35 mengatakan...

Mengeluh sudah tabiat nya manusia syg. Yang penting kalo lg marah cepet baikannya yaa..
Hehehe

Rumah Kopi on 3 September 2015 pukul 19.34 mengatakan...

nggak marahan kok sayang, hanya perang dingin hihi

Posting Komentar

 

Rumah Kopi Copyright © 2010 Design by Ipietoon Blogger Template Graphic from Enakei | web hosting