Senin, 29 September 2014

My Heart Said

Diposting oleh Rumah Kopi di 10.43

Dear, Laland ... Apa kabar?

Rasanya akhir-akhir ini, aku hanya menorehkan kisah sedih, ya! Seolah-olah tak pernah ada hal baik yang bisa disampaikan. Memang begini adanya? Aku tidak sedang berpura-pura, Lalaland. Aku sering mengalami hal-hal kurang menyenangkan. Tetapi aku hanya ingin berbagi padamu.

Perasaan oh perasaan! Apa yang terjadi dengan perasaanku. Aku ingin menyerah pada sesuatu yang menguras seluruh kendali hatiku. Aku tak mau orng lain mengacak-acak ketenanganku. Aku tahu bagaimana teori menjaga hati. Namun nyatanya, aku selalu kalah. Kalah. Kalah. Bagaimana ini, aku gampang terpengaruh gunjingan orang lain. Ramalan buruk yang terjadi di depan sana, aku tahu bagaimana menyikapinya. Aku hanya ingin melakukan apa-apa yang bisa diupayakan manusia, selebihnua urusan Tuhan. Dari dulu juga begitu. Hidup hanya sampai hari ini. Maka aku ingin bahagia hari ini.

Bukan menyerah pada takdir. Hanya saja ingin melepaskan sesuatu yang telah banyak menyita perhatianku. Suka duka itu memang biasa, tapi jika setiap hari berduka bukankah itu masalah? Ya, masalah besar! Aku harus melanjutkan hidup! Aku mempunyai tanggung jawab besar atas beberapa nyawa, jauh di seberang sana. Dan untuk itu, aku butuh kerja keras. Semangat yang tak pernah putus. Masa depanku, serta masa depan mereka ada padaku. Aku tak ingin urusan hati ini mengacaukan segalanya.

Dulu, aku cukup tenang. Hampa, sih! Tetapi waktu itu aku malah memiliki banyak teman. Aku lebih produktif. Aku ceria. Tak ada yang membuatku mati kesal. Tak ada gunjingan miring atas sikapku yang kolokan. Dan aku selalu memikirkan langkah apa yang akan aku ambil, jauh hari sebelum aku sampai pada masa itu. Aku bahagia dulu. Jika menangis, itu hanya karena aku jatuh sakit.

Lalaland, kurasa cinta tak begini. Harusnya dua orang yang saling menjaga. Melengkapi. Bukan seseorang yang terus-terusan mencari jawaban atas sederet pertanyaan yang memenuhi pikiran dan hati atas sikap tak acuh. Lalaland, apakah ini ujian pendewasaan, atau pengukuhan hubungan itu sendiri? Apakah sesudah melewati masa-masa penuh tekanan ini, nantinya akan ada hari-hari mendamaiakan? Hari-hari bahagia. Di mana waktu merayap begitu cepat. Sampai-sampai aku takut jika nanti bulan merebut matahariku. Ah, jika ingin mendapati jawaban atas pertanyaan ini, maka yang bisa aku lakukan hanyalah menjalani. Menjalani. Menajalani dengan berani. Berani dalam artian, siap menerima resiko apa pun. Baik atau buruk. Ke duanya pastilah sudah di atur olehNya.

”Di Taiwan, banyak wanita muda cantik. Pintar. Tapi kenapa dia memilih bertahan bersamamu?” ibu bertanya padaku tempo hari.

Oh, ibu! Apa pula jawaban atas pertanyaanmu ini? Kautahu, anakmu tak cukup pandai menduga hal-hal yang berkaitan dengan hati. Bukannya apa? Aku sudah pernah melakukannya, dulu. Pada orang yang berbeda. Namun, ternyata aku salah. Aku keliru mengartikan keadaan hatiku saat itu. Aku tak mau hal ini terulang kembali.

”Yang tenang, Key! Terpenting dari segalanya, lakukanlah yang terbaik. Bagaiamana pun hasilnya kelak, kamu tak akan menyalahkan diri sendiri atas takdir yang kamu jalani. Dan saat itu apapun yang ada di hadapanmu, serahkan segalanya pada yang Maha Bijak,” Mas Anang menasihatiku begitu.

”Sejauh ini masih bertanya tentang rasa sayang? Apakah kautidak peka lagi? Bukankah kau sendiri mampu menyimpulkan banyak hal tentang arti sikapku selama ini? Apa kaumasih belum mengenaliku? Karakterku?” dia berkata begitu padaku, tempo hari.

Ah, Lalaland! Sebenarnya aku paham. Aku tidak akan pernah bisa merasakan kenyamanan yang telah dipamah masa. Aku tak mungkin kembali ke masa itu? Masa di mana hari-hari aku mabuk. Mabuk asmara. Layaknya ABG yang baru merasakan cinta. Aku tinggal melenturkan hati. Mengikuti alunan irama hidup. Tidak perlu menuntut banyak hal, karena jika tidak kesampaian justru akan membuatku mengkal. Lentur bukan berarti pasrah

0 komentar:

Posting Komentar

 

Rumah Kopi Copyright © 2010 Design by Ipietoon Blogger Template Graphic from Enakei | web hosting