Minggu, 07 September 2014

KENAPA HARUS ANDAI

Diposting oleh Rumah Kopi di 22.04

Hidup ini keras! Nggak ada yang gratis di dunia ini. Segala hal harus diupayakan secara maksimal. Tanpa harus membabani orang lain. Setidaknya itu lah salah satu bentuk kedewasaan. Dewasa berarti bertanggung jawab atas kelangsungan hidup. Mengupayakan sampai maksimal supaya bisa mendapatkan hasil yang memuaskan. Untuk itu, perlu kerja keras. Ketekunan. Dan nggak boleh ketinggalan adalah pantang menyerah. Mengeluh sih, boleh saja! Secara sebagai manusia, aku juga pasti memiliki keterbatasan. Nggak terkecuali semangat. Tapi juga harus diingat. Nggak semua orang memiliki kesempatan untuk mengejar mimpi-mimpinya.

Bahagia. Kebahagiaan itu bukan yang selalu dalam bentuk mewah. Indah. Tetapi, bahagia bisa tercipta dari hal kecil di sekeliling. Hanya dengan bersyukur atas segala yang dimiliki, aku bahagia. Terkadang lupa bagaimana berterima kasih pada Robb-ku sehingga selalu merasa kurang dan kurang.

Kebahagiaan itu letaknya di hati. Dia muncul atau tenggelam lantaran diri sendiri yang mengupayakan. Apa sih, yang telah diperbuat orang lain untukku sehingga bunga-bunga terus bermekaran di taman jiwa? Nggak ada yang istimewa. Mereka berbicara seperti bapak-ibu berbicara padaku. Orang-orang itu memberikan perhatian, layaknya perhatian yang bapak-ibu berikan padaku. Kurang lebih begitu. Bedanya intensitasnya lebih banyak. Dan aku menerimanya dengan hati senang. Memandangnya istimewa. Sehingga akhirnya membuatku melayang di udara. Seperti orang kecanduan ganja. :)

Lalaland ... andai saja sore itu nggak ketemu sama tukang pijet. Jika nenek nggak mudah terpedaya oleh omongan manis paman itu. Andai nenek akur sama menantu. Jika menantu nggak seenak udelnya gitu? Aku pasti masih bisa bekerja di tempatnya Pak Dokter. Kenapa selalu aku yang menjadi korban?

Dari kejadian ini, akhirnya rezekiku benar-benar hilang. Sedikit memang. Tapi, bagiku itu lebih dari sekadar tempat kerja. Dari sana banyak hal yang aku dapatkan. Sedikit memperoleh udara segar saat melakukan perjalanan ke sana, dan sebaliknya. Yang jelas kekecewaanku bukan hanya karena kehilangan sebagian penghasilan. Tapi, kebebasan jalan-jalan di luar jadwal liburan. Jadi rasanya menyebalkan terkungkung dalam rumah setiap hari.

Mudah sekali menyalahkan orang lain, ya! Ini karena aku mencari-cari pelampiasan atas kekecewaan. Aku lupa kalau rentetan kejadian tersebut sudah ada yang mengatur. Allah penentu segalanya. Terlepas aku sendiri sudah mengupayakan kebaikan. Melakukan apa yang menjadi tugasku sepenuh hati, jika akhirnya seperti ini pasti Allah memiliki rencana lain. Yang terbaik. Harus berpikir positip lah, Key!

Aku harus tetap bersyukur karena gajiku masih lebih dari cukup. 7,5 itu bukan jumlah kecil. Yang hilang hanya sedikit, bukan? Jika iklas Allah akan menggatinya dengan hal yang jauh lebih berharga.

Oh, iya. Lagipula jika pekerjaanku berkurang, setidaknya ada banyak waktu untuk belajar. Kuliahku harus selesai. Ini bukan untuk orang lain. Melainkan demi kepuasaanku sendiri. Bertambahnya ilmu harusnya kelak aku lebih pandai membawa diri.

Lalaland .... Kembali bicara soal perasaan.

Nggak ada cinta tanpa air mata. Bukankah kautahu hal itu? Cinta itu pengorbanan. Pengabdian. Kesabaran. Tindakan. Pokoknya begitulah. Aku nggak ingin kehidupan percintaanku mengacaukan semua-muanya. Tujuanku bukan itu saja. Harusnya lebih menyadari hal ini: karena aku sudah mendapatkan cinta yang benar-benar kuinginkan, cinta itu seharusnya mampu mengantarkanku pada tujuan memperbaiki keadaan--mempersiapkan masa depan. Ya, harusnya begitu.

Lalaland ...

Jika aku bisa membuang jauh segala resah yang menjadikanku seorang wanita muda rese‘, akan kulakukan dari dulu. Apa? Kaupikir aku nyaman dengan hal ini? Pribadi sensi itu nggak selamanya buruk, sih. Tetapi masalahnya segala hal yang berlebihan itu memuakkan. Aku tersiksa oleh perasaanku sendiri. Aku menderita oleh hal-hal negatip yang rajin bertandang ke alam bawah sadarku. Aku bertindak menggunakan emosi, Lalaland ....

Jika ada kalimat seperti ini: TAK TERASA, LUKA ITU HILANG DENGAN SENDIRINYA. Aku kurang setuju dengan hal itu. Bagaimana mungkin luka bisa hilang dengan sendirinya? Pasti ada upaya dari si empunya raga yang berusaha memahami bahwa duka lara memang bagian dari kehidupan. Atas dasar pemahaman itu, lalu mengolahnya sedemikian agar duka nggak menjadi penghalang untuk terus bertindak demi terciptanya impian. Jangan sampai luka-luka itu menganak pinak menjadi titik di mana keinginan menyerah akhirnya muncul. Waktu yang membantuku memulihkan goresan-goresan tersebut. Sayatan yang nggak terlihat namun sakitnya membuatku sekarat. Kenapa? Karena aku memang berlebihan. Maksudku, rajin membesar-besarkan masalah yang sebenarnya biasa saja.

Menurutku, waktu memang obat mujarab penyembuh segala luka. Semangat merupakan infus yang menggelontor kekuatan--bagaimana pun keadaannya aku bisa bertahan. Impian-impian yang menumpuk itu tak lain memiliki peran sebagi motorik yang menuntun langkah membelah jalan masa depan.

Nggak bisa dihindari, memang. Jatuh-bangun itu bagian dari hidup. Masalahnya ketika terjatuh sudahkah Anda [aku] berhenti sejenak untuk berpikir, bagaimaa aku bisa jatuh, tadi? Apa yang membuatku terjatuh? Hal apa yang harus aku lakukan supaya nggak kembali jatuh? Selama ini seringnya aku menyalahkan orang lain atas kesialan yang kuterima. Benar-benar lupa bahwa apa yang aku dapati hari ini, adalah investasi dari tempo hari. Bahwa cerita yang terjadi dalam hidupku terus berkesinambungan antara satu dengan yang lainnya.

Berpikir tentang hal sederhana yang bisa membuat hidupku jadi bermakna. Aku bahagia pagi ini. Terima kasih ya, Allah. Tidak akan kunistakan nikmat yang telah Kauberikan. Aamiin.

Taipe, 9 september 2014

0 komentar:

Posting Komentar

 

Rumah Kopi Copyright © 2010 Design by Ipietoon Blogger Template Graphic from Enakei | web hosting