Kamis, 26 November 2015

SEAL

Diposting oleh Rumah Kopi di 18.16
"Dunia ini bukanlah pabrik yang mewujudkan keinginan-keinginan" 
Augustus Waters. 

Benarkah?

Malahan, aku berpikir bahwa apa yang kualami saat ini adalah perwujutan atas doa-doaku. Bertemu dan menjalani hidup dan berbagi hati dengan laki-laki yang memiliki latar belakang kehidupan, tak kalah rumitnya dengan persoalan mencari jarum di kolam buaya. 

Aku adalah manusia yang baru saja keluar dari ketidak beruntungan hidup. Dan mencoba bangkit, menjadi wanita kuat dan melupakan perihal tengik yang telah udzur. Hatiku jauh lebih rentan dari pada telur yang ditaruh di atas tanduk badak bercula. 

Dan apa kamu sadar, menjadi pendampingmu itu bukan hanya dituntut untuk sabar, melainkan mesti memiliki kekuatan ganda. Satu untuk menyemangatimu dan satu lagi untuk berpura-pura bahwa aku ini wanita kuat yang pundaknya tidak pernah berangsur turun, lelah--demi menopang kepalamu yang penuh masalah. 

Aku mencoba, menawarkan kehidupan baru supaya kelak kamu tidak hanya memikirkan persoalan hidupmu yang entah kapan selesainya. Aku harus menjadi apa pun. Kadang-kadang menjadi pendamping, kadang-kadang menjadi tempat sampah tempatmu membuang keluh kesah juga amarah.




Pernahkah kamu memikirkan persoalan apa yang membebaniku? Pernahkan kamu merasa iba atas kehidupanku dengan segala ketertekanan di sini? Pernahkah kamu sedikit saja .... Ah lupakan.

Satu hal yang aku pahami. Dengan menerima kekurangan orang lain, itu berarti aku memberikan kesempatan bahwa kelak orang lain akan menerima kekuranganku. Aku menerimamu seperti kamu menerima keadaanku. Kita selesaikan saja masalah yang sedang dihadapi orangtuamu, bersama-sama tanpa bantuan dari siapa pun.

Semestinya, kamu menyadari tidak ada yang lebih peduli padamu dari pada aku. Tidak juga dengan adikmu yang gengsian itu. Kurasa. Namun begitu, begitu kejinya kata-katamu mendarat ditelingaku. 

Barangkali aku memang salah. Tidak mau berhenti bicara atas apa yang tidak ingin kamu dengar. Tetapi, kesempatan ini aku ingin mengutarakan isi hatiku bahwa jelas aku keberatan jika kamu mengesampingkan masa depanmu [kita] demi menuruti gengsi dari adikmu yang ... Maaf [tidak tahu diri] itu. 

Jika ucapanmu itu benar, kamu tidak mempedulikan tengtang apa yang ia lakukan, baiklah. Aku pegang ucapanmu. Dan kelak, aku tidak mau dengar rengekan manjanya meminta ini itu. Jika memang berniat bekerja, tentu yang dipilhnya adalah hal mudah yang sudah jelas penghasilannya. 

Ah, sudahlah. Malas mengurusi hal seperti itu. Tidak ada untungnya demi kemajuanku dalam hal apa pun. Toh, tidak ada yang peduli dengan keadaanku saat ini. Tidak pula dengan mereka. Lantas, untuk apa aku bersusah payah memeras otak, beradu otot denganmu. 

Lagi pula, sesuatu yang selalu ada bersamamu, akan menjadi hal baik yang akan kehilangan kebaikannya. Menurutku begitu. Ada sedikit rasa bosan ketika kita, hampir sepanjang tahun yang kita lewati, tidak pernah terpisah [komunikasi] dan kurasa itu adalah salah satu pemicu hilangnya rasa belas kasih. Bisa dibilang kamu muak. Sehingga, jika aku hilang dari kehidupanmu itu, tidaklah menjadi masalah besar. Kurasa. 

Aku tidak akan meninggalkamu, karena aku sudah pernah berjanji. Bagiku, di dunia ini tak ada jodoh yang sesuai dengan apa yang kita inginkan. Tetapi, jika kita bisa menerima seseorang yang dihadirkan untuk kita, di sanalah kebahagiaan berada. Namun tidak berarti aku melarangmu jika ingin pergi dan mencari seseorang yang sesuai dengan kemauanmu. 



0 komentar:

Posting Komentar

 

Rumah Kopi Copyright © 2010 Design by Ipietoon Blogger Template Graphic from Enakei | web hosting