Sabtu, 18 Januari 2014

Diposting oleh Rumah Kopi di 14.22
Aku lebih suka segala yang tidak berlebihan. Menurutku, lebih baik mendapatkan sedikit tapi berkulitas. Daripada banyak, tapi nggk berguna sama sekali. Apapun itu. Dan ini ada hubungannya dengan yang akan aku ceritakan tentang guruku yang cantik ini.

Percaya 'kan jika hidup itu bukan suatu kebetulan belaka. Nah, mengenal sosoknya bukan suatu kebetulan juga. Wanita dewasa yang cerdas dan keibuan. Ya, tentu saja banyak yang ingin dekat dan mendapatkan tempat di hatinya. Aku bangga bisa mengenal dan menjadi salah satu sahabat sekaligus adik angkat. Aku sih, sudah menganggapnya seperti kakakku sendiri. Bukan itu aja, beliau lebih dari sekedar kakak, sahabat, guru, sekaligus ibu bagiku. Wih, peran ganda, triple, atau gimana ya, menyebutnya, yang jelas aku nyaman di dekatnya. Aku belajar banyak hal dari beliau. Namanya Zahra A. Harris. Aku dan teman dari Kobimo, memanggilnya 'Bunda' meskipun beliau masih muda. Bunda Zahra banyak mengajariku menjadi wanita mandiri dan tentu saja baik hati. Susah sih, mempelajari hal itu. Tapi, pelan-pelan pasti aku bisa. Beliau disayang karena menguatkan dan merangkul. Dan aku sangat mengaguminya. Beliau adalah seorang PNS, sekaligus penulis yang merangkap jadi editor. Keren. Beliau itu salah satu contoh Kartini modern.

Ini adalah ilmu yang beliau bagikan di kelas Kobimo. Kelas menulis novel online. Gratis.

Kelas Sharing EYD dan Editing Jumat, 17 Januari 2014: Mengedit ala Editor (1)

Oleh Zahra A. Harris pada 18 Januari 2014 pukul 0:07
|

Mengedit ala Editor (1)



Assalaamu’alaikum .... *masih ada yang melek nggak ya? -_-  Bodo ah*

Salah satu hal yang paling membahagiakan bagi seorang penulis sebelum mengirim naskahnya ke penerbit adalah saat mengedit naskah itu. Namun, adakalanya sedikit dari kita mendahuluinya dengan perasaan bad mood karena merasa nggak menguasai EYD. Hai, benarkah EYD menjadi semacam ‘masalah’ yang selalu setia menemani? Bagaimana mengatasinya agar mengedit naskah menjadi rutinitas yang menyenangkan?

Boleh diingat—sebenarnya cukup sering juga saya mengingatkan—bahwa hanya dengan memerhatikan EYD agar tampak sempurna untuk naskah lomba, tidak serta-merta menjadikannya sebagai juara. Sebaliknya, seluar biasa apapun naskah, jika penulisnya benar-benar tak mengindahkan pedoman EYD, tak pernah sempurnalah naskah itu disebut juara.

Beberapa dari kita mungkin menganggap bahwa EYD itu nggak penting. Ngapain harus ngikutin pedoman EYD, toh di buku-buku terbitan penerbit mayor ternama pun nulisnya gitu kok! Kenapa harus pakai kata-kata baku sih, kan ada istilah bahasa selingkungan?

Kalau selalu berkiblat pada penerbit ternama yang tidak selamanya seratus persen benar, kalau apa-apa selalu mengatasnamakan bahasa selingkungan (bahasa yang disepakati/dianggap setara baku untuk dipakai di lingkungan sendiri), lalu apa gunanya KBBI dan Pedoman EYD disusun oleh lembaga negara? Sayang dong. Hihihi. Buat apa repot-repot belajar EYD, toh ada editor yang menjadikannya makin cantik? Serius? Tunggu sampai naskahmu bertemu editor yang luar biasa teliti! Dia bukan sekadar merapikan format, menambahi huruf, atau mengurangi spacebar dalam naskahmu. Beliau akan memberi coretan besar pada pemilihan kata yang kacau atau langsung mengubah kalimat-kalimat yang tidak efektif. Nah, seandainya hal itu bisa kaulakukan sendiri, bukankah itu jauh lebih baik? Karena itu, jadilah editor untuk naskahmu sendiri. Mengeditlah, ala editor!


1.  Huruf kapital

Gunakan pada huruf awal kalimat, huruf awal nama orang, huruf awal nama kota, huruf awal nama jalan, huruf awal nama stasiun, huruf awal pada kalimat setelah dialog yang bukan merupakan penanda dialog, huruf awal hubungan kekerabatan yang mengacu kepada nama/jabatan, huruf awal hubungan kekerabatan ketika membuat kata sapaan (menyapa).

Ini kakak saya. = ‘kakak’ tidak kapital, karena tidak mengacu pada/tidak menunjukkan namanya.
Ini kakak saya, namanya Kak Seto. = ‘kak’ pada Kak Seto ditulis dengan huruf awal kapital, karena mengacu kepada nama.
“Selamat pagi, Bu Guru,” = ‘Bu Guru’ mengacu kepada nama/jabatan, juga sebagai kata sapaan, sehingga ditulis kapital
Jangan berisik, ayahku lagi tidur! = ‘ayahku’ tidak kapital, karena hanya menunjukkan hubungan kekerabatan (ayah) tapi tidak ditunjukkan nama si ayah siapa.


2. “di-” sebagai awalan, “di” sebagai kata depan

Apabila bertemu dengan kata kerja, ‘di’  ditulis dirangkai. Inilah yang disebut ‘di’ sebagai awalan. Contoh : dilakukan, dibenahi, diulang, digarap, diistimewakan, dirapikan, diwaspadai, diteliti, diperbaiki, , dan lain-lain.

Apabila menunjukkan TEMPAT, ‘di’  tidak dirangkai dengan kata yang mengikutinya. Inilah yang disebut ‘di’ sebagai kata depan. Contoh : di rumah, di sekolah, di hatimu, di sini, di sana, di situ, di lubuk hati, di relung kalbu, dan lain-lain.


3. Perhatikan Spacebar!

BENAR:

Namaku Dean. Umurku 29 tahun! Apa kau mengenalku? Di mana?
“Namaku Dean. Umurku 29 tahun! Apa kau mengenalku? Di mana?” tanyaku.
“Namaku ... Dean. Umurku, 29 tahun. Apa kau mengenalku? Di mana?” Aku bertanya.
“Namaku Dean. Umurku 29 tahun. Apa kau mengenalku? Di mana?” Dia bicara sambil menoleh.
“Namaku--kali ini aku jujur--sebenarnya adalah Dean. Umurku--aduh, berapa ya?--kukira 29 tahun! Apa kau sungguh-sungguh sudah mengingatku?”

SALAH:

Namaku Dean.Umurku 29 tahun !Apa kau mengenalku ?Di mana ?
“ Namaku Dean.Umurku 29 tahun !Apa kau mengenalku ?Di mana ”?. Tanyaku.
“  Namaku.......Dean. Umurku, 29 tahun. Semoga masih ingat aku  ”. aku bertanya.
“  Namaku Dean. Umurku 29 tahun. Apa kau mengenalku? Di mana?” dia bicara sambil menoleh.
“Namaku -- kali ini aku jujur -- sebenarnya adalah Dean. Umurku -- aduh, berapa ya?--kukira 29 tahun. Apa kau sungguh - sungguh sudah mengingatku? ”


4.  Seragamkan Kalimatmu! Efektifkan!

Ada yang salah dengan kalimat ini?

Nenek datang padaku hari ini karena merindukan cucunya. Beliau tak lupa padaku, dibuktikannya dengan membawakan oleh-oleh untukku berupa boneka yang bisa bersuara.

Sepintas kalimat di atas baik-baik saja. Namun, editor mungkin akan mencoretnya dengan manis dan mengubahnya seperti ini:

Nenek mendatangiku karena merindukan sang cucu. Beliau tak melupakanku dan membuktikannya dengan membawakan oleh-oleh berupa boneka yang bisa mengeluarkan suara.

Perhatikan, bahwa dalam satu kalimat sebaiknya memiliki keseragaman awalan dan tidak melakukan pengulangan subjek/objek

- ‘Datang hari ini’ tidak selaras dengan ‘merindukan’, karena itu gantilah dengan ‘mendatangiku’
- ‘Tak lupa padaku’ tidak selaras dengan awalan-awalan ‘me-‘ pada kalimat sebelumnya (atas), ganti dengan ‘tak melupakanku’
‘dibuktikannya dengan’ tidak selaras dengan awalan-awalan ‘me-‘ pada kalimat sebelumnya (atas), ganti dengan ‘dan membuktikannya dengan’
‘oleh-oleh untukku’ menunjukkan pengulangan objek. Pada kalimat sebelumnya, objek ‘aku’ sudah sangat jelas sehingga tak perlu diulang-ulang
‘boneka yang bisa bersuara’ tidak selaras dengan awalan-awalan ‘me-‘ pada kalimat sebelumnya (atas), ganti dengan ‘yang bisa mengeluarkan suara’.

















0 komentar:

Posting Komentar

 

Rumah Kopi Copyright © 2010 Design by Ipietoon Blogger Template Graphic from Enakei | web hosting