Rabu, 15 Januari 2014

Tanpa Judul

Diposting oleh Rumah Kopi di 17.37

Oleh

Keyzia Chan

Cuaca terik sedang memayungi Kota Jakarta waktu itu. Aku pun tak kuasa menahan haus dan lapar yang sedaritadi mengusik perutku. Kemudian, tanpa ba bi bu aku bergegas menuju salah satu rumah makan yang tidak jauh dari halte tempatku berdiri. Aku melangkah pelan. Kepalu celingak-celinguk mencari meja kosong ketika aku sudah berada di rumah makan. Kulihat dengan seksama setiap sudut rumah makan yang sedang ramai pengunjung tersebut. Langkahkku terhenti setelah retinaku menangkap meja kosong yang berada di dekat jendela. Kulangkahkan kakiku ke sana. Aku menaruh tas ransel berwarna hitam itu di atas meja. Aku terduduk, lalu kulambaikan tangan ke arah pelayan yang mengenakan seragam batik itu. Setelah mencatat pesananku, pelayan berambut ikal itu meninggalkan mejaku. Sambil menunggu pesanannku datang, kukeluarkan kipas dari dalam tas ranselku. Tangan kiriku menopang dagu, sementara tangan kananku menggerakkan kipas naik turun. Dari arah pintu, nampak sesosok wanita muda dengan bayi digendongannya melangkah gontai masuk ke rumah makan. Baju lengan panjang berwarna putih yang tak nampak putih, dengan setelan rok hampir menutupi seluruh kakinya, adalah pakaian yang dia kenakan saat itu. Kulitnya gelap, wajahnya berminyak, rambutnya nampak lepek. Sesekali dia menepuk-nepuk pelan, pantat bayi dalam gendongannya itu. Dihampirinya salah satu pelayan yang tengah sibuk menjalankan tugasnya. Wajah ibu muda itu memelas ketika si pelayan tak mengindahkan keberadaannya. Sendal jepit yang dia kenakan, mengeluarkan suara decitan ketika dia kembai melangkah menghampiri pelayan yang lainnya. Bayi itu menangis. Mungkin dia sudah lapar akut. Batinku. Ibu itu mengelap peluh yang menetes di pipinya mengenakan selendang yang dia pakai menggendong bayinya. Tangis bayi itu kian kencang. Raut wajah ibu itu nampak panik. Ditariknya tangan salah satu pelayan yang melintas di depannya. Dikeluarkannya lembaran uang kertas sepuluh ribu sambil berkata, ”Berilah sebungkus nasi dengan lauk seadanya untukku, Nona.” Uang kertas itu berpindah tangan digenggaman pelayan yang nyaris tanpa senyum itu. ”Tunggulah di luar!” perintahnya.

Dari arah pintu yang sama, nampak pasangan muda berjalan beriringan melangkah ke rumah makan. Kedua tangannya saling menggenggam erat. Pakaian yang mereka kenakan tampak mewah. Asesoris yang dikenakan si wanita, nampak berkilauan. Mempertegas bahwa mereka orang kaya. Setelah menempati meja kosong tak jauh dari tempatku berada, keduanya terlihat saling melempar pandang. Si wanita kaya pun sesekali tersipu malu. Entah apa yang mereka obrolkan. Barangkali mereka pengantin baru, atau sepasang kekasih yang tengah dimabuk cinta. Pikirku. Beberapa detik setelah keduanya duduk, seorang pelayan sekonyong-konyong menghampiri mereka. Seulas senyum tersungging di bibir pelayan sambil menyodorkan daftar menu makan. Air muka si pelayan nampak semringah saat menunggu tamunya memilih menu makan. Kontras sekali dengan keadaan yang baru terjadi di tempat yang sama, dan nyaris tanpa jeda. Huhh! Rupanya, uang masih memegang segalanya. Rasa hormat dan menghargai, hanya milik orang-orang kaya. Apa bedanya coba? Bukankah, ibu tadi juga tidak mengemis makanan. Tetapi, kenapa perlakuannya beda. Gumamku lirih.

Kulahap makanan yang sudah tersaji di depanku. Sesekali mataku mencuri pandang ke arah kedua pasangan muda itu. Si wanita tak berselera makan. Dia hanya mengaduk-aduk makanan yang ada di atas mejanya. Bibirnya nampak sedikit maju. Keceriaan yang tadi terpancar, kini tak terlihat lagi. Berbagai menu yang dipesan keduannya, masih tersisa ketika mereka beranjak dari tempat duduk. Langkah mereka terhenti ketika sampai di meja kasir. Perlakuan ramah pun kembali mereka dapatkan. Dunia ini tak adil. Rutukku. Mereka yang tak memiliki sejumlah uang untuk sekedar membeli sebungkus nasi, diperlakukan dengan kasar. Namun sebalikknya. Para pelayan di rumah makan ini, memperlakukan dengan baik, orang-orang yang berduit.

0 komentar:

Posting Komentar

 

Rumah Kopi Copyright © 2010 Design by Ipietoon Blogger Template Graphic from Enakei | web hosting