Minggu, 23 Agustus 2015

Jangan Bawa Kambing Hitam

Diposting oleh Rumah Kopi di 08.28
Seminggu sudah Bapak dirawat di rumah sakit. Syukur alhamdulillah, keadaanya jauh lebih baik. Kemarin siang keluar dari ICU. Kondisi jantung, tekanan darah, kadar gula, stabil. Mendengar kabar baik ini, rasanya seperti mendapat pinangan pangeran berkuda pink. :D 

Terima kasih pada Allah SWT yang telah memberikan pengampunan dan kesempatan sehingga Bapak bisa kembali berkumpul bersama keluarga. Senang sekali. Semangat itu sontak muncul seperti jamur di musim hujan. 

Oh iya, sedikit menceritakan kilas balik sebelum Bapak jatuh sakit. Sebagai anak pertama, saya lebih dekat dengan kedua orangtua. Bukan bermaksud narsis sih, membanggakan diri sendiri. Saya rasa, menyayangi orangtua itu tidak ada batasan. Ketika sudah berumah tangga kelak, saat masing-masing anak bapak memiliki keluarga baru, porsi kasih sayang pada orangtua harus tetap seimbang dengan apa yang diberikan oleh sang anak pada keluarga barunya. Menurut saya sih begitu.

Seminggu sekali, saya telpon ke rumah. Yah, meskipun zaman sudah super maju tapi sayangnya pemakaian internet di Indonesia, dibatasi kuota. Hal itu yang menjadi penghambat komunikasi. Maklumlah, uang sebesar Rp 50.000-100.000,- bagi orangtua mah bukan jumlah sedikit jika mesti dibelikan pulsa untuk internetan. Lagi pula, mereka kan tidak alay, baperan, yang setiap melakukan aktivitas, ke sawah misalnya, lalu buru-butu up date status di FB. Twitter. Path. Etc (bayangno nek ngunu temenan) 

Karena alasan itulah, saya menggunakan sambungan seluler jarak jauh yang tahu sendirilah mahalnya amit-amit jabang demit. Sedikit tapi berkualitas dari pada banyak tapi tidak berguna sama sekali. Itulah prinsip hidup saya. Dalam obrolan yang hanya terjadi seminggu sekali tersebut, saya pergunakan dengan sebaiknya. Menanyakan kabar, sudah pasti iya. Mendengar keluh kesah mereka tentang harga pupuk yang naik, harga daging ayam, daging sapi yang ikutan naik, tentang tetangga yang ikutan naik (eh yang ini mah ngawur hihi) pokoknya dengan bercakap-cakap seperti itu, membuat hubungan kami tetap hangat. Saling memerhatikan. Menyemangati. Mendoakan. Dan tidak lupa saya berkata, tunggu satu dua hari mungkin transferannya sudah masuk. Mereka senang. Meskipun tidak mengharapkan hal itu dari anak-anak, tetapi sebagai anak yang tumbuh dari tetesan keringat orangtua, sejumlah uang yang mengalir ke rekening mereka itu, adalah segelintir bentuk balas budi. Itu saja.


Apa yang paling menyebalkan ketika orangtua sehat, si anak seolah-olah lupa jika dirinya pernah meminum asi dari ibu, tumbuh dari tetesan keringat bapak? Lantaran sudah bisa mencari penghasilan sendiri, pernah sesekali membantu kebutuhan ekonomi, kemudian pelan-pelan menjauh. Telpon ketika butuh. Begitulah. 

Ajaibnya sih, manakala satu dari orangtua jatuh sakit, si anak tergopoh-gopoh menunjukkan kepeduliannya. Panik yang hebat. Seakan dirinyalah yang paling menyayangi, berbakti, bertanggung jawab atas segala hal yang berkaitan dengan bapak. 

Barangkali inilah yang dinamakan topeng kehidupan. Begitu banyaknya rupa-rupa, kemudian tinggal mencomot satu dua sesuai dengan keadaan saat itu. Aku pikir pasti lelah berperilaku seperti itu! 

Dan ada yang harusnya dihilangkan dari muka bumi ini, yaitu saling melemparkan masalah. Mengkambing hitamkan sekitar atas apa yang sedang terjadi, adalah wujud kekerdilan otak manusia. Ya, barangkali benar, ketika panik kita susah berpikir logis. Amarah dan kebencian adalah wujud nyata dari dendam. Menuding ke depan dengan jari telunjuk, bukankah keempat jemari yang bersembunyi di balik punggung tangan itu, mengarah pada diri sendiri. Artinya, dengan menjelekkan orang lain, dirimu lah yang jelek.

Tidak apa-apa jika apa yang telah saya korbankan, tak banyak yang tahu. Lagi pula, bagi saya senyum dan restu orangtua, lebih penting dari pada pengakuan manusia yang tidak tahu apa sebenarnya yang terjadi. 

Kita berlomba-lomba berbuat baik, bukan semata biar di 'wah' tetangga maupun sanak saudara. Lebih dari itu, semua hanya untuk mendapat ridho dari-NYA. Sesederhana itu. 





0 komentar:

Posting Komentar

 

Rumah Kopi Copyright © 2010 Design by Ipietoon Blogger Template Graphic from Enakei | web hosting