Sabtu, 31 Mei 2014

NUTRISI OTAK BAGI YANG SUKA NGE-FIKSI

Diposting oleh Rumah Kopi di 11.16

Write Your Diary

Haya Aliya Zaki - Blogger dan EditorLaunching buku Tendangan Si Madun

Writing Clinic Femina: Menulis Fiksi, Merangkai Kata menjadi Cerita. 

Kenapa harus ada fiksi?

            Femina ingin memperluas wawasan wanita melalui fiksi dan yang utama, ingin meneruskan cita-cita Sutan Takdir Alisjahbana untuk mempertahankan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Seperti yang kita ketahui, pendiri majalahFemina Group adalah anak cucu Sutan Takdir Alisjahbana, yakni Sofjan dan Mirta Alisjahbana.

Nama-nama penulis fiksi Femina tahun ’80-an mungkin tidak asing di telinga Teman-Teman. Tahu dengan NH. Dini, Titie Said, Mira W, dan Marga T pastinya, ya? Nah, fiksi-fiksi yang dimuat di Femina waktu itu selalu dikirim ke Sang Paus Sastra Indonesia, H.B. Jassin. H.B. Jassin pun mengusulkan agar dibuat sayembara menulis fiksiFemina. Penulis lawas yang pernah memenangkannya antara lain Ike Soepomo, Putu Wijaya, Arifin C Noer, Marga T, Mira W, dan Marianne Katoppo.

Menurut Yoseptin Kristanto, RedakturFemina, empat tahun belakangan ini, peserta sayembara meningkat secara signifikan alias membludak-dak-dak! Femina jadi tergerak untuk mengadakan gathering penulis fiksi (Writing Clinic). Femina ingin berbuat sesuatu bersama-sama penulis, selangkah seirama mengembangkan dunia fiksi.  Kali ini, Femina mengundang Leila S. Chudori dan Iwan Setyawan untuk memberikan materi soal fiksi. Lanjuuuttt ....

Sesi 1: Pemateri Leila S. Chudori

            Siapa yang tidak kenal Leila S. Chudori? Beliau adalah wartawan senior majalah Tempodan penulis novel. Alumnus Universitas Trent, Kanada, ini telah menulis enam buku. Novel yang teranyar berjudul Pulang. Dalam waktu sebulan,Pulang sudah cetak ulang.Leila S. Chudori“Bakat menulis merupakan hal penting, tapi bukan yang terpenting. Bakat adalah pemberian alam dan bakal sia-sia jika tidak diasah terus-menerus.” – Leila S. ChudoriLeila meyakini, penulis yang gigih dan bekerja keras, insya Allah akan menghasilkan karya yang luar biasa. Ayo, berlatih membentuk kalimat menarik, membuat kejutan plot, dan lain-lain. Paling tidak, ‘paksakan diri’ setiap hari menulis di blog selama sejam atau dua jam. Tulis cerita sehari-hari, perjalanan, resensi buku, resensi film, apa saja. Rajinlah mengobservasi dan mengamati. Peka. Lihat sekitar. Observasi sangat berguna saat kita membentuk karakter tokoh.

           Penulis yang baik adalah pembaca yang baik. Penulis akan membutuhkan buku seperti layaknya orang butuh makan dan minum. Jatahkan minimal membaca satu buku dalam dua minggu. Ikuti diskusi komunitas buku. Dengarkan berbagai ulasan dan tanggapan dari orang lain. Sadari bahwa pemikiran dalam hidup ini tidak tunggal.

“Meski nanti kita sudah menjadi penulis besar, kita tetap harus rendah hati. Ingat, meski kita berhasil, kita baru ‘menorehkan’ satu titik di dunia ini. It’s almost nothing. Sikap rendah hati akan membuat kita ingin terus belajar. “ – Leila S. Chudori

            Leila juga memaparkan tip dan teknik menulis.

Ide

            Segalanya berawal dari ide. Ide didapat dari rumah, saat jalan-jalan ke sekolah, kampus, dan lain-lain. Ide tidak harus megah atau ‘heboh’. Boleh saja, sih, kita membuat cerita dengan ide berlatar belakang sejarah, misalnya. Tapi, konsekuensinya juga besar. Butuh riset panjang dan mendalam. Tanya kepada diri sendiri, sanggupkah? Kalau sanggup, hayuk! Tapi, kalau belum, mending pakai ide yang sederhana saja dulu. Catat ide yang datang. Satu cerita bisa terdiri dari beberapa ide.

Tema

             Tema sebetulnya hanya akan membantu kita untuk fokus. Jika kita ingin menulis kisah cinta dengan latar belakang zaman kemerdekaan, janganlah latar belakang itu sekadar tempelan. Niscaya karya kita menjadi karya gagal.

Plot

            Sejak awal, seorang penulis harus menyiapkan kerangka plot. Yang paling umum adalah plot 3 babak:

Babak 1: perkenalan karakter dan problem

Babak 2: puncak problem dan klimaks

Babak 3: penyelesaian

            Tidak setiap karya harus mengikuti konsep plot seperti ini, sih. Contohnya, novel-novel Virgina Woolf dan James Joyce. Plot konsep 3 babak lazim digunakan oleh novel-novel Inggris dan Prancis abad ke-19, antara lain Oliver (Charles Dickens), Les Miserables (Victor Hugo), dan Pride and Prejudice (Jane Austen).

Karakter

            Jika kita ingin menciptakan karakter anak guru yang lahir di sebuah desa di Jawa Tengah, maka tingkah laku, bahasa lisan, bahasa tubuh harus sesuai dengan yang kita sudah rentangkan sejak mula. Kita bisa membuat perkembangan kepribadian tokoh melalui proses. Jangan menciptakan karakter ‘palsu’. Mungkinkah anak guru yang tinggal di desa jago berbahasa asing? Mungkinkah pakaiannya modern? Kecuali, ada alasan-alasan tertentu. Jangan ‘mengkhianati’ tokoh ciptaan kita sendiri.

Akhir cerita

            Ini merupakan hal pelik. Pembaca Indonesia umumnya menyukai akhir cerita yang bahagia. Mereka sering kecewa jika sebuah fiksi diakhiri dengan perpisahan, kematian, atau kekalahan. Namun, kita harus jujur kepada diri sendiri. Apakah cerita karya kita lebih baik diakhiri dengan kebahagiaan atau kepedihan? Jangan memaksakan diri. Kalaupun kita sudah merencanakan akan mengakhiri cerita dengan kepedihan, jangan mendadak saja membuat akhir cerita yang sedih. Sisipkan ‘tanda-tanda’ di babak-babak awal, tanpa menghilangkan daya kejut.

Menulis Intro

            Kesan pertama begitu menggoda .... Mungkin hampir semua pernah mendengar jargon iklan ini, ya? Kesan pertama memang penting! Ringkus perhatian pembaca pada alinea pertama cerita. Jika aline pertama datar dan membosankan, itu berbahaya. Berikut contoh alinea yang menarik.

            “ORANG MEMANGGIL AKU: MINGKE. Namaku sendiri. Sementara ini, tak perlu benar tampilkan diri di hadapan mata orang lain.

            Pada mulanya, catatan pendek ini aku tulis dalam masa berkabung. Dia telah tinggalkan aku, entah untuk sementara, entah tidak.” – (Pramoedya Ananta Toer, Bumi Manusia)      Analisis: Elemen misteri sudah terbangun. Kenapa kalimat pertama harus ditulis dengan huruf kapital? Kenapa nama seorang pribumi ini tidak lazim, yakni Mingke? Siapa yang meninggalkan dia sehingga dia berkabung? Ini menyedot rasa penasaran pembaca untuk lanjut ke halaman berikutnya.

Sesi 2: Pemateri Iwan Setyawan

            Pukul dua belas teng, Iwan Setyawan hadir di tengah-tengah kami. Siapakah dia? Haaa ... hari gini belum baca 9 Summers 10 Autums? Apa kata duniaaa ...? Hehehe. Iwan Setyawan adalah penulis buku laris 9 Summers 10 Autums dan Ibuk.

            Iwan sharing tentang proses kreatif penulisan buku 9 Summers 10 Autums. Sebenarnya sharing ini lebih kurang sama dengan yang saya dengar beberapa tahun lalu saat menghadiri talkshow buku Iwan. Saya menuliskannya di sini. Yang bikin kening saya mengerut, gaya Iwan sekarang, kok, agak beda, ya? Dulu kalem, sekarang ngebodor abis. Abaikan.

"Menulis adalah refleksi dari jiwa-jiwa yang 'gelisah'. Saya sudah menulis and for me, that’s beautiful.” – Iwan Setyawan            Pada dasarnya, Iwan menulis karena ingin membebaskan jiwanya yang ‘gelisah’. Sepuluh tahun berada di New York, membuatnya banyak berpikir tentang nilai hidup. Betapa hidup adalah perjuangan, bukan penderitaan. Best selling moment for Iwan adalah ketika ada pembaca yang terinspirasi dan tersentuh hatinya membaca buku Iwan.

Iwan Setyawan“Ibuk pernah berkata, ‘Siapa tahu dengan membaca bukumu, ada anak sopir angkot yang lain, yang termotivasi untuk meraih cita-cita, Wan.’ Ya, Ibuk benar. Ibuk benar sekali.” – Iwan Setyawan             Lalu, apakah kesuksesan selalu dinilai dari materi, berhasil kuliah keluar negeri, dan sejenisnya?

          Bagi Iwan, tidak. Contohnya, adik Iwan sendiri (saya lupa namanya). Adik Iwan tidak berlimpah materi atau kuliah di luar negeri. Namun, dia memberdayakan tetangga sekitar, mengajak membuat kerajinan, menciptakan lapangan kerja. Itu juga sebuah kesuksesan. “Yang penting, kalau sudah sukses, jangan lupa rumah. Kalau sudah sukses, bikin hidup orang lain jadi mudah,” pesan Iwan.

Berikut arti menulis bagi Iwan: menulis untuk membebaskan jiwa yang ‘gelisah’, menulis untuk berdamai dengan masa lalu, menulis adalah bermeditasi dengan diri sendiri, menulis itu menyembuhkan, menulis adalah kegiatan asyikbetween me and myself.

             

Apa kriteria menulis fiksi untuk Femina?

            Sekarang kita kembali ke fiksi Femina, yuk. Fiksi yang bagaimana, sih, yang laik tayang diFemina? Ini dia kriterianya:

1. Semisi dan sevisi dengan Femina

Fiksi harus menceritakan wanita yang aktif, modern, dan berdaya. Jadi, cerita tentang wanita yang dimadu, dipoligami, dan lemah, tidak akan dimuat di Femina. Fiksi yang merendahkan harkat marabat wanita, juga mendiskreditkan wanita, akan bernasib sama. Catet!

2. Cerita dan usia karakter tokoh sesuai pembacaFemina

3. Mudah dicerna, inspiratif, dan menghibur

4. Menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar

Jika fiksi memenuhi syarat dan dianggap laik tayang di Femina, penulis akan dikabari. Nah, Teman-Teman mau tahu pemenang Sayembara Menulis Cerber Femina tahun ini? Mereka adalah:Juara 1 Pengorek (Yohana L.A. Suyati, Kalimantan Barat)

Juara 2 Hikayat Negeri Terapung (Mellyan Cut Keumala, Aceh)

Juara 3 Janji di Negeri Titi (Siti Rahmah, Depok)

Yohana L.A. Suyati (milik Femina) Salut, deh, Yohana spesial datang dari Kalimantan Barat! Demikian juga Siti Rahmah, hadir di acara. Suasana penganugerahan hadiah kepada pemenang Sayembara Menulis CerberFemina berlangsung hangat. Yohana menguraikan secara singkat tentang proses kreatif penulisan cerbernya. Cerber Pengorek dia tulis selama 1,5 bulan. Tapi, jangan salah, risetnya sudah 2 tahun, lho! Pengorek bercerita tentang peristiwa yang kerap terjadi di kampung halamannya, yakni pencurian organ-organ tubuh untuk dijadikan sesembahan pemujaan hiiiy. Yang bikin tambah miris, terkadang orang yang tidak bersalah, dituduh sebagai pelaku pengorek.

Kenapa ketiga cerber di atas yang dipilih sebagai pemenang?        Menurut Ketua Juri Sayembara Menulis Cerber Femina, Leila S. Chudori, ketiga cerber di atas memenuhi kriteria berikut:

1. Story telling yang baik

Apakah fiksi di Femina harus melulu mengangkat unsur lokalitas? Mungkin sebagian Teman bertanya-tanya soal ini, ya. Jawabnya, tidak harus. Kita bisa mengangkat sesuatu yang khas dari sebuah daerah, bisa juga menulis sesuatu yang dekat dengan kita (Jakarta, misalnya). Asal, penceritaannya baik. It's all about story telling. Ketiga pemenang bisa meramu apik cerita yang mereka tulis dengan latar belakang yang mereka pilih. Jadi, bukan sekadar tempelan. Tokoh-tokohnya terasa akrab dengan pembaca, meski cerita yang satu nun jauh di Kalimantan, yang satu lagi di Aceh. Uniknya, Yohana dan Mellyan mampu menyisipkan unsur humor, meski tulisan mereka ironik. Humor yang jujur, bukan yang menertawakan. Sementara itu, cerber Siti adalah drama romantis. Tidak ada unsur humor, namun cerita tradisi tato yang diangkat sangat menarik.

2. Teknik penulisan yang baik (editing yang baik)           Tulisan para pemenang Sayembara Menulis Cerber Femina sudah rapi, enak dibaca, tidak perlu banyak diedit oleh dapur Femina.Foto bareng (milik Femina)         Acara yang berlangsung hingga pukul dua siang ini dimeriahkan aneka hadiah dan diakhiri dengan makan siang. Rina Susanti dan Winda Krisnadefa terpilih sebagai penanya terbaik. Sementara, Ani Berta beruntung mendapatkandoorprize. Terima kasih telah mengadakan acara Writing Clinic, Femina! Teman-Teman siap mengirim fiksi ke Femina, kan? Jangan lupa ikut sayembaranya tahun depan, ya! [] Haya Aliya Zaki                       

    
*Semoga bermafaat. Khususnya buat diri sendiri.*

0 komentar:

Posting Komentar

 

Rumah Kopi Copyright © 2010 Design by Ipietoon Blogger Template Graphic from Enakei | web hosting