Sabtu, 25 Juli 2015

PERAYAAN SAMPAH

Diposting oleh Rumah Kopi di 09.43
Membahas tentang disiplin berarti berbicara tentang sifat dasar manusia, yakni cenderung bermalas-malasan, ingin hidup seenaknya, mengikuti berbagai keinginan tidak mau mematuhi peraturan. *Itu sih, saya banget.*

Disiplin diri merupakan suatu siklus kebiasaan yang kita lakukan berulang-ulang dan terus menerus secara berkesinambungan sehingga menjadi suatu hal yang biasa kita lakukan. 

Sementara dalam KBBI, disiplin berarti: Melatih batin dan watak supaya mematuhi tata tertib.

Ngomong-ngomong tentang disiplin dan tata tertib, sepengamatan saya selama tinggal di Taiwan, masyarakatnya memiliki jiwa disiplin yang tinggi. Penerapan kedisiplinan diwujudkan melaui budaya antri yang sering kita jumpai dalam berbagai kesempatan. Bahkan, ketika menaiki elevator pun mereka rela mengantri. Ini pemandangan yang jarang saya jumpai di Indonesia. Tertib dan rapi.

   Poto by: Cris

Menurut saya, jiwa disiplin inilah yang berperan penting dalam kegiatan kemajuan industri serta perekonomian di Taiwan, sebab persaingan yang pasti tidak dapat dihindari dalam suatu perusahaan—dilakukan secara sehat. Tidak saling menjatuhkan. 

Di negara yang penduduknya sadar hukum, maka menerapkan ketertiban bukanlah pekerjaan yang merepotkan bagi aparat yang terkait. Mengenakan helm saat berkendaraan bermotor dengan dua spion tetap berada di tempatnya, adalah pemandangan sehari-hari yang bisa dijumpai di sini.

Selain itu, selama beberapa tahun di Taiwan saya belum pernah melihat, anak yang belum cukup usia (17 tahun) mengendarai sepeda motor. Tentu saja bukan karena tidak punya, melainkan sadar hukum karena memang peraturannya melarang mereka berkendara seperti sepeda motor sebelum usia 17. Hal ini kontras sekali dengan Indonesia. Anak kecil dibiarkan berkeliaran di jalan raya, dengan berboncengan sepeda motor kadang-kadang tidak hanya berdua. Melainkan bertiga. Nah lho, kalau terjaring razia mereka bakalan nangis jejeritan. Masih bagus hanya ketemu razia polisi, bagaimana jika sampai bertemu malaikat maut?

Kembali lagi, sebenarnya ketertiban dan kedisiplinan dibuat bukan ditujukan demi kebaikan pencetusnya, melainkan untuk demi kebaikan kita. Tetapi kenapa sih, susah sekali menerapkan hal itu dalam praktek kehidupan sehari-hari?

Membahas tentang disiplin, saya jadi ingat tentang fenomena tahunan menengarai perayaan kemenangan Iedul Fitri. Orang Indonesia nyampah di negeri antah berantah. *memalukan*



   Foto by: Lina

Jika definisi dari disiplin itu melatih mental dan watak supaya berperilaku baik, berarti mereka yang nyampah di TMS kemarin adalah orang-orang yang tidak terdidik, mentalnya buruk dan wataknya ndeso

Dewasa ini, saya rasa manusia memang mengalami kemunduran berperilaku. Seperti makluk berkaki empat. Makan dan minum di tempat lalu meninggalkan sampahnya begitu saja. Ya, kan kalau punya pikiran modern seharusnya malu kali nyampah di tempat umum. 

Dari beberapa orang yang ditemui, menyatakan bahwa di sana sulit sekali menemukan tempat pembuangan sampah. Jika alasannya karena jumlah tempat sampah yang terbatas, lantas kenapa bekas bungkus makanan serta botol bekas minuman tersebut tidak di bawa pulang atau minimal dibuang di tempat sampah di luar TMS. 

Di Taiwan, meskipun jumlah tempat sampah sedikit, tetapi kesadaran masyarakat untuk tidak membuang sampah sembarangan sudah tertanam dalam diri masing-masing. Buktinya, beberapa penjuru kota yang pernah saya datangi nampak bersih dan rapi. Terus kalian yang hanya pendatang, apa tidak malu menunjukkan mental buruk anti mematuhi peraturan yang berlaku di negeri orang. Yakali, boleh sembarangan nyampah kalau itu dilakukan di rumah masing-masing. Tidak akan merusak pemandangan bagi orang lain.

    Kawasan industry di Tucheng

Kalian sadar kan kalau di sini pendatang. Harusnya turut menjaga nama baik Indonesia dan menghormati tuan rumah yang notabene tempat kalian mengadu nasib. Saya rasa dari tahun ke tahun, belum ada perubahan. Setiap lebaran mesti nyampah. Perilaku kalian seperti orang bar-bar. Dan jangan sampai momen hari raya yang suci diindentikkan dengan lautan sampah atau lebaran sampah--oleh penduduk lokal.

Tentu saja perkara yang sulit jika mengubah kebiasaan buruk yang telah menganak pinak, pada masyarakat luas. Tetapi hal itu masih bisa diatasi jika masing-masing dari kita sadar diri. Sadar betapa pentingnya mematuhi ketertiban. Berdisiplin. Dengan begitu, paling tidak berkuranglah satu dua orang yang bermental buruk. 

Taipe 25 Juli 2015


3 komentar:

Unknown on 25 Juli 2015 pukul 18.12 mengatakan...

Sama aja ternyata, di Victoria Park juga gitu. Malu-maluiiiin *gregetan

Unknown on 25 Juli 2015 pukul 18.12 mengatakan...

Sama aja ternyata, di Victoria Park juga gitu. Malu-maluiiiin *gregetan

Rumah Kopi on 25 Juli 2015 pukul 19.11 mengatakan...

Iya, Mbak Ri, pokoknya memalukan sekali. Terlalu bagus jika menyamakan perilaku mereka dengan anak TK. Mereka yang nyampah di mana-mana itu kan sama dengan ciptaan Tuhan berkaki empat. *kessyyeeel*

Posting Komentar

 

Rumah Kopi Copyright © 2010 Design by Ipietoon Blogger Template Graphic from Enakei | web hosting