Rabu, 15 Juli 2015

TIDAK MUDIK TETAP ASYIK

Diposting oleh Rumah Kopi di 12.00
Beberapa hari ini, saya sengaja log out dari akun FB. Alasan utamanya adalah mudik. Bukan saya sibuk mempersiapkan ritual mudik. Saya sedang malas ketika membuka beranda, membaca status teman-teman yang tak jauh dari kegiatan pulang ke kampung halaman. Bukan masalah mudiknya, melainkan mengenai hal lain yang sedikit berlebihan menengarai peristiwa tahunan itu. Yah, mungkin saya memang jealous. Bukan hanya mungkin, memang iya. Saya cemburu. Entah sudah berapa kali lebaran, saya tidak bisa merayakan bersama keluarga?

Alasan ke dua malas buka FB adalah status berdarah-darah penghuni dunia maya yang notabene para perantau itu, membuat saya kesyeelll setengah tiang. Yah, itu sih hak mereka untuk mengekpresikan kesedihannya karena tidak bisa pulang merayakan lebaran. Tetapi, mbok ya yang biasa saja. Tidak usah pakai banjir air mata segala. (dosa nggak sih, nyiyirin orang ke gini*emot bertanya-tanya*)
Paling kesel juga kalau ada yang bertanya di inbok, “Nggak pulang ya? Apa nggak pengen gitu, lebaran di rumah? Betah sekali tinggal di negeri orang?”

Hallo! Siapa juga yang betah jauh dari orang-orang tercinta. Tetapi ada yang lebih penting dari itu. Saya bertahan di sini bukan karena betah. Melainkan butuh. Sampai kapan pun keluarga tetap menunggu saya ketika saya pergi, tetapi masa depan cemerlang tidak bisa datang sendiri tanpa dijemput. (sok bijak banget T_T)

Kembali ke topik mudik. Tiga tahun lalu, planning saya 2015 ini bisa merayakan lebaran di rumah. Kontrak kerja saya selesai dan kebetulan kuliahnya sedang libur. Tetapi, itu hanya ekpektasi saya. Kenyataannya, saya harus pulang sebelum kontrak kerja selesai, memperpanjang visa. Setahun lebih awal. Jadi, hangus deh impian bisa merayakan lebaran di tengah keluarga.

Lebih dari itu, saya sendiri menyadari bahwa inilah konsekuensi dari apa yang telah saya pilih. Seperti berdagang, kalau tidak untung ya rugi. Namun, kerugian di sini bukanlah dimaknai dengan hilangnya sejumlah materi. Sedangkan keuntungannya, juga bukan melulu berwujud harta. (mesti ora mudeng to … ndak usah panic sik tak jelasne)

Jadi begini, ketika saya memutuskan untuk meninggalkan keluarga yang memberikan kehangatan dan perlindungan (kek iklan apa ya, kehangatan dan perlindungan …. Rexona, bukan?) sejak saat itu saya sudah memikirkan resiko apa saja yang akan menghampiri. Salah satunya, rasa sedih ketika menyambut puasa dan juga lebaran jauh dari orangtua serta saudara-saudara saya. Wajar sih, semua orang yang merantau juga akan mengalami hal ini. Kehilangan momen-momen seru dimana biasanya saya paling rempong bareng Ibu ngurusi semua hal. Dari baju yang akan dipakai Bapak, Nenek, serta anak-anak. Masakan apa yang akan dihidangkan di hari pertama (kalau untuk urusan ini biasanya saya cuma pesen doang, minta dimasakin apa gitu dan chef-nya ya, Nenek sama Ibu).  




Tetapi, ada kebahagiaan yang tidak bisa digantikan dengan apa pun. Senang sekali rasanya ketika jerih payah saya bisa dinikmati oleh anggota keluarga di rumah. Terutama anak-anak yang jumlahnya sekompi. Tahun ini Allah sedang memberi ujian pada Tante. Ia jatuh dari lantai dua rumahnya. Tulangnya patah. Entah di bagian yang mana saja. Yang jelas, Tante tidak bisa berjalan. Hari-hari hanya duduk di kursi roda. Meskipun ada harapan bisa kembali berjalan, namun tidak normal seperti dulu. Puluhan juta sudah dikeluarkan oleh Om demi memulihkan keadaan isterinya sampai-sampai tidak mampu lagi sekadar membelikan baju baru untuk anak-anaknya.



Lebaran tidak musti memakai baju baru. Sayangnya statement itu tidak masuk dalam logika anak-anak. Rizky, keponakan saya yang sudah SMP mungkin bisa memaklumi keadaan orangtuanya. Meskipun dalam hati ia juga menginginkan baju baru sebagai tanda lebaran, namun ia hanya diam. Keponakan saya yang itu memang penurut. Lain lagi dengan adiknya yang masih kelas 1 SD. Anak sekecil itu tahunya ada. Baiklah! Saya mengambil alih peranan kecil itu. Dengan uang dari saya, Ibu membawa anak-anak belanja baju. Mereka antusias sekali, kata Ibu. Saking antusiasnya ngebet sama salah satu baju muslim, Raysa yang berumur 7 tahun, gulung-gulung dan tentu tak ketinggalan nangis jejeritan ketika baju yang ia sukai tidak ada size yang pas dengannya. Masih dari kata Ibu, orang-orang setoko menatapnya dengan bertanya-tanya. Memalukan sekali. T_T



Tidak harus mudik untuk turut serta merasakan kegembiraan keluarga. (ini ucapan paling klasik untuk menghibur diri sendiri). Ketika baju anak-anak sudah terbeli, kue-kue di rumah sudah siap, uang kertas seribuan lima ribuan sudah disiapkan, ucapan terima kasih dari keluarga saya atas hal kecil yang saya lakukan untuk mereka, adalah hadiah lebaran yang menyenangkan. Saya juga bisa menikmati perayaan di hari kemenangan dengan cara saya. Mengapa mesti bersedih! Nikmati saja. Hidup akan lebih berwarna karena adanya banyak cerita.

SELAMAT MENYAMBUT LEBARAN. MINAL AIDZIN WALFAIDZIN. MOHON MAAF LAHIR DAN BATIN.

TOLONG JANGAN ADA KALENG BISKUIT BERISI KERUPUK DI ANTARA KITA. ^_^

15 komentar:

Billy Antoro on 15 Juli 2015 pukul 15.26 mengatakan...

Semoga kebahagiaan lebaran mampir ke taiwan & mengapa keseharianmu, key. Tetap semangat!

Rumah Kopi on 15 Juli 2015 pukul 15.42 mengatakan...

Terima kasih banyak, Mas Billy.

Aamiin ya, rabbalalamin. Semoga kebahagiaan juga menyertai Mas Billy sekeluarga. Selamat hari raya. ^_^

Unknown on 15 Juli 2015 pukul 15.53 mengatakan...

kalau aku siih, tidak mudik juga tetap cantiiik
*eaaaa

Unknown on 15 Juli 2015 pukul 15.54 mengatakan...

kalau aku siih, tidak mudik juga tetap cantiiik
*eaaaa

Rumah Kopi on 15 Juli 2015 pukul 16.12 mengatakan...

Jiahahaaaaa duh nyesel, kenapa tadi nggak kepikiran kek gitu. Judulnya NGGAK MUDIK TETAP CANTIK. Hikz. Makasih udah meninggalkan jejak, Mbak Rita. ^_^

Ali Muakhir on 15 Juli 2015 pukul 16.14 mengatakan...

Satu kali lebaran lagi berubah nama kayaknya jadi Dek Toyib :)
Maaf lahir batin ya Dek Toyib. Eh, key key

Rumah Kopi on 15 Juli 2015 pukul 16.21 mengatakan...

Ahahaaa Mas Ali nyebelin, sini bagi THR sama Dek Toyiba. ^_^

Selamat hari raya, Mas Ali. Mohon maaf lahir batin.

Laura Ariesta on 15 Juli 2015 pukul 20.29 mengatakan...

Rengginaaang *kaleng biskuit

Lina Astuti on 15 Juli 2015 pukul 20.37 mengatakan...

duh...koment soal kaling biskuit isi renginang udah ada yg ambil -.-
maaf, aku gak jadi koment mba Key cantik :(

Risalah Husna on 15 Juli 2015 pukul 20.44 mengatakan...

Panjangnya.... intinya, tetap happy walau ngga mudik. Lah, saya ngga mudik emang karena ngga punya kampung ^___^ jadi, jagain rumah orang2 yg pada pulang kampung aja. Moga2 dapet oleh2 dari kampung.

Rumah Kopi on 15 Juli 2015 pukul 22.19 mengatakan...

Lhoh kan Mbak Husna udah saya pesan, untuk menjaga hati ini. Ahaaha ^_^

Selamat Hari Raya Idul Fitri

Rumah Kopi on 15 Juli 2015 pukul 22.21 mengatakan...

Yaudah nggak apa-apa atuh nggak jadi komen, Mbak Lina, sy juga nggak balas komen. Hahaha

Kangen sama ibu guru, tetap semangat dan harus banyak makan yakk

Rumah Kopi on 15 Juli 2015 pukul 22.22 mengatakan...

Kaleng biskuit berisi rengginang udah terlalu biasa ya, Mbak Laura, lain kali kita ciptakan hal baru. Kaleng biskuit berisi duit. Hihi

Lina Astuti on 16 Juli 2015 pukul 03.45 mengatakan...

mau dong kaleng biskuit isi duit..
duit beneran ya, bukan gambar ipin-upin maenan anak2 :P
hehe...

Rumah Kopi on 16 Juli 2015 pukul 06.46 mengatakan...

Duitnya beneran, Mbak Lina, tapi dilem biar merekat sama kaleng. *tetap nggak bisa diambil hihi*

Posting Komentar

 

Rumah Kopi Copyright © 2010 Design by Ipietoon Blogger Template Graphic from Enakei | web hosting