Sabtu, 28 September 2013

Senja Sore Itu

Diposting oleh Rumah Kopi di 11.58

Oleh

Keyzia kencana

Cinta itu seperti warna langit yang tak selamanya sama, kadang berwarna biru, kadang jingga, dan kadang menghitam pekat. Cinta bisa mematikan juga bisa menghidupkan, semua tergantung bagaimana menjalaninya.

Gubraakk....!
Suara pintu di tutup dengan kencang. Kemudian terdengar suara isak tangis dari dalam kamar. Dia adalah Nura gadis yang sudah duduk di bangku kelas l SMA, tapi kelakuannya satu level dengan anak SD. Pembawaanya selalu ceria, tapi di imbangi dengan  cengeng yang luar biasa.

Sejurus kemudian mamahnya masuk ke dalam kamar ” kamu kenapa lagi, pulang sekolah bukannya makan malah nyanyi”, canda mamahnya yang berusaha mecairkan suasana sambil memungut tisue yang berserakan di lantai.

”Bangun, cuci muka ganti baju lalu mamah tunggu di meja makan.”

”Nura nggak mau makan, biarin Nura sakit.”

”Eh, anak mamah kok ngomongnya kayak gitu, siapa yang ngajarin?
Mamah nggak akan ngulangi apa yang barusan mamah perintahkan, Nura sendiri janji mau berubah untuk nggak manja lagi kan?”
Setelah mengucapkan kata itu, mamah keluar dari kamar.

Nura masih terisak-isak, ucapan Affan tadi pagi masih terngiang-ngiang di telinganya. Tak hanya membuatnya sedih, tapi juga malu karena di bentak-bentak di depan banyak orang. Apalagi Cindy saingan berat Nura ada di sana, di kantin tempat Affan dan Nura berselisih tegang.

Setelah cuci muka dan ganti baju, gadis berhidung mancung itu melangkah menuju meja makan. Wajahnya masih cemberut, mata sipitnya kelihatan tampak aneh seperti habis di tonjokin bajak laut. Bengkak dan merah.

“Kalao ada masalah, jangan langsung di sikapi dengan emosi. Cobalah tenangkan hatimu, cerna baik-baik ucapan yang masuk dan ambil positifnya.” ujar mamahnya  yang sudah menunggunya di meja makan dari tadi.

”Coba cerita sama mamah, ada apa? Mamah akan mencoba menengahi dan akan besikap obyektif, tidak memihak siapa-siapa. Pasti berantem lagi sama kak Affannya, kan?”

Nura mulai bercerita sambil makan siang bersama mamahnya.

        
                                                       ***

Pagi itu nggak seperti biasanya, Nura berangkat seorang diri ke sekolah. Affan pacar sekaligus bodyguard pribadinya, nggak datang menjemputnya.

Selama ini apapun yang Nura inginkan, Affan berusaha menurutinya. Namun omelan-omelan yang panjang kali lebar selalu meluncur dari bibir pacarnya itu jika sedikit saja Affan keliru.

Cemburu itu boleh tapi jika tanpa dasar yang kuat, bisa jadi boomerang dalam suatu hubungan.

Manusia nggak mungkin selamanya sama, jika ada perubahan asal masih dalam taraf wajar harusnya bisa saling menyesuaikan.

Akhir-akhir ini Affan jarang ada waktu untuk Nura, kesibukannya dengan tim basket dan persiapan menghadapi ujian akhir sekolah, memaksa Affan sedikit mengacuhkan Nura.

Hal ini yang sering memicu pertengkaran di antara mereka, sifat kekanak-kanakan Nura tak ayal bikin Affan emosi dan sedikit keras menghadapi Nura.

Bukannya menyadari, emosi Nura justru semakin menjadi-jadi. Nura berfikir kekasihnya sudah nggak sayang sama dia lagi, sedangkan Affan sendiri mulai bosan dengan omelan Nura yang tak beralasan.

Dia memilih diam jika Nura sudah mulai ngambek, sementara menghindar agar nggak terjadi perang dunia ke v dengan pacarnya.

Namun bagaimanapun Nura, dia tetap menjadi gadis bawel kesayangan Affan.
Terbukti sampai saat itu, Affan nggak pernah meninggalkan Nura dan mencari penggantinya.

”Ra, kok sendirian pagi ini?” tiba-tiba Uly mengejutkanya dari arah belakang, Uly adalah sahabat Nura satu-satunya.

”Iya, aku mau belajar mandiri biar nggak di katain mirip bayi gorila seperti tempo hari.”

”huahaha..!” Uly tertawa terpingkal-pingkal melihat ekspresi Nura.

”Siapapun orangnya, pasti juga akan menganggapmu demikian, ra?

Kamu ingat nggak, kamu hilang di keramaian pasar malam tempo hari. Kamu ketakutan dan terisak menangis sambil menelfonku minta di jemput.”

”Ah...! Siapapun juga bisa tersesat di keramaian seperti itu, apalagi aku kan baru pertama kali ke sana!”
Mukanya langsung masam.

”Emmm...! Kamu tau, Affan benar-benar berubah sekarang.” curhatnya pagi itu.

”Dia rajin nyuekin aku tau nggak? Mungkin dia udah punya gebetan baru, dulu dia selalu ada waktu buat aku, tapi kini hanya marah-marah mulu kerjanya tiap ketemu aku.” ocehan Nura panjang nggak ada putusnya seperti kereta api, membuat Uly pusing mendengarnya.

”Mungkin saja dia sibuk belajar, lagian tim basketnya kan sering ikut pertandingan?” Uly mencoba menenangkannya.

”Tapi setidaknya dia ngasi kabar kek ke aku, kalao lagi sibuk dan nggak mau di ganggu. Jangan seenaknya saja main ngilang, udah kek jelangkung aja! Dia nggak bisa menghargai perasaanku sama sekali!”
Mungkin putus lebih baik kali ya?

”Yakin nih..? Uly memicingkan matanya, air mukanya berubah serius mendengar ucapan terakhir Nura.

“Nggak yakin juga sih....!” Nura menghela nafas panjang.

                                                      ***

”Besok aku ulang tahun, pengennya di temani dia. Tapi, jangankan muncul di hadapanku pesannya aja nggak pernah aku dapati lagi memenuhi hp ku. Dia benar-benar semakin menjauh.” kali ini giliran diary nya yang menjadi sasaran untuk mencurahkan isi hati gadis itu.

”kalao tau begini, aku nggak akan bawel lagi supaya dia nyaman denganku! Kalao kayak gini, aku juga yang susah. Mana pake acara kangen segala.
Mau menghubunginya lebih dulu, akunya nggak berani, lagi” dia masih asik melanjutkan menulis kata demi kata di buku hariannya, sampai akhirnya terlelap ketiduran.

Keesokan paginya,

Dia terperanjat bangun, matanya terbelalak ketika melihat jam sudah menunjukkan pukul 07.15 WIB. Berarti otomatis jam masuk kelas udah lewat 15menit.

”Hari ini aku kan jadi petugas pengibar bendera di upacara bendera senin ini, matilah aku.” dia terus menggerutu di sela-sela kesibukannya mempersiapkan buku pelajaran.

Setelah mandi dan mengenakan seragam sekolahnya dia langsung cabut dari rumah, berlari menuju ke halte.
Sialnya tak satupun bus yang lewat padahal sepuluh menit sudah dia berdiri di sana.

Keringatnya bercucuran, nafasnya tak beraturan. Bayangan hukuman dari pak Bagus, guru BP sekaligus wali kelasnya sudah menari-nari memenuhi pikirannya.

Degub jantungnya semakin kencang ketika jam tangannya menunjukkan pukul 08.00 WIB.

Puas hampir pingsan berdiri di sana, akhirnya bus yang di tunggu datang juga.

Tampaknya hari ini nasip sial benar-benar masih betah bersamanya.
Karena ada demonstrasi, jalan yang biasa di lewati bus yang mengantarkannya ke sekolah. Harus mengambil arus alternetif, agar bisa sampai di tempat tujuan.
Tentu saja hal ini memakan waktu beberapa menit lebih lama untuk sampai di sekolah.

Wajahnya tampak seperti mayat hidup, keringat dingin membanjiri seluruh tubuhnya nggak kebayang lagi apa yang akan terjadi dengannya setelah sampai di sekolahan nanti.

Setelah turun dari bus, dia mempercepat langkahnya menuju gerbang sekolah. Dia tampak kebingungan, pagar di kunci dari luar.

Dari kejauhan terlihat tak ada aktivitas di sekolahan.

”Mungkinkah para siswa sudah pulang sekolah, apa aku tadi ketiduran di dalam bus?” dia bertanya-tanya dalam hati.

”Neng, ini kan hari libur. Kok eneng masuk sekolah” tegur abang becak yang parkir di sebelah gerbang sekolah.

Nura baru sadar kalao hari ini tanggal merah, pantas saja mamahnya nggak ngebangunin dia tadi.

”Apaa.........!” teriaknya histeris.
Matanya melotot, dia masih nggak percaya dengan ucapan yang baru saja di dengarnya.

”Oohh betapa pikunnya aku....!” ucapnya lirih, ”padahal aku sudah bersusah payah untuk sampai di sekolah, ternyta...?

Oh mamah, tolong anakmu...!”

Ping..! Ping..! Dua pesan masuk di BB nya.
Tertulis nama Affan di sana. BBM Affanitu berisi, meminta Nura hadir di pertandingan basket yang dia ikuti sore ini.

Setelah turun dari bus, langkahnya gontai menyusuri jalan menuju ke rumahnya.

                                                   ***

Di temani Uly sahabatnya, Nura pergi ke pertandingan basket sesuai permintaan Affan.

Sesampainya di sana, dia di buat kesal oleh pacarnya itu. Bukannya di sambut dengan hangat malah di cuekin dan  di bikin keder.

Affan tampak asik duduk berdekatan sama Cindy yang notabene adalah adik sepupunya.

Kedahsyatan Boom yang di rakit teroris, mungkin masih belum sebanding dengan ledakan marah Nura sore itu.

Bibirnya langsung manyun, air mukanya berubah menyeramkan.

Uly berusaha menenangkannya, untuk menahan diri jangan bikin keributan di tengah orang banyak.

Akhirnya mereka memilih duduk di kursi penonton. Puas Nura menggigit bibirnya menahan geram, akhirnya acara pertandingan selesai juga dan tim basket Affan juara pertamanya.

Sedikitpun wajah Nura nggak tampak turut gembira, waktu tim nasket pacarnya jadi juara utama.

Tiba-tiba,,

”Mohon perhatiannya sebentar teman-teman, jangan dulu meninggalkan tempat ini.“ suara affan terdengar lantang.

”Hari ini adalah hari ulang tahun gadis kesayanganku, mohon do’a nya agar dia menjadi lebih baik lagi ke depannya. Panjang umur dan sehat selalu tentunya!”

Gemuruh dan tepuk tangan penonton sore itu membuat Nura yang tadinya emosi jadi tersipu malu-malu.

Cindy membawa kue ulang tahun berjalan menuju tengah lapangan basket, Affan menjemput Nura dari kursi penonton lalu berjalan turun ke tengah lapangan.

”Maafkan kakak ya, bawel..!” ujarnya

Diamku, bukan untuk menjauhi dan berarti nggak perduli. Tapi memberimu kesempatan untuk belajar mandiri, supaya nggak terlalu tergantung sama orang-orang di sekitarmu.” lanjutnya.

”Happy birth day to you, my little angel.. I love you…!”

Gemuruh tepuk tangan kembali meramaikan acara surprise untuk Nura, sore itu.

Setelah meniup lilin, kecupan kecil di jidat Nura dari Affan, menjadi pelengkap kebahagiaan di ujung senja sore itu.

Selesai.

0 komentar:

Posting Komentar

 

Rumah Kopi Copyright © 2010 Design by Ipietoon Blogger Template Graphic from Enakei | web hosting