Selasa, 24 Maret 2015

My Happy Ending

Diposting oleh Rumah Kopi di 23.29

Ia yang tetap bertahan meskipun tahu pasangannya penuh kekurangan, dan tak pernah berniat mundur meskipun tahu bahwa hidupnya penuh kesulitan, maka sebenarnya ialah yang pantas dijadikan kesayangan.


Sebelumnya, kusampaikan terima kasih padamu laki-laki yang rela menjadikan pundaknya untukku bersandar. Yang bersedia membelah hujan badai demi urusan perutku tentu saja supaya tidak lapar. Dan untuk semuanya terima kasih. Ah, aku tahu bahwa ucapan itu tidak bisa mewakili betapa bersyukurnya aku telah menjadi bagian dari hidupmu.



Sayang, aku ingat betapa perjuanganku mendapat tempat di hatimu yang sudah hampir beku itu, kerap membuatku mati kutu. Ya, kau adalah laki-laki yang paling susah kutaklukan. 



Pernah pada suatu malam, aku terisak dalam obrolanku pada Tuhan, bahkan waktu itu aku sempat bertanya, "Apakah laki-laki yang kau bawa ke hadapannku ini tidak punya hati, Tuhan?" 



Waktu itu aku hampir patah. Lalu aku berpikir, jika pada hal yang sulit aku selalu kalah, maka selamanya aku tak pernah dewasa.



Tuhan menjawab doaku. Kesabaran ini telah membuahkan hasil. Akhirnya, waktu berpihak padaku dimana aku telah tahu bahwa hatimu itu selembut puding. :)
Di balik sikapmu yang keras itu, betapa kau sangat menyayangiku. Berkali-kali kau meyakinkanku bahwa kau milikku dan sebaliknya begitu.



Terkadang, aku menyadari bahwa kehidupanmu yang tengik itu telah membentuk karakter lain pada dirimu sehingga aku kesulitan menemukan mana kepribadianmu sebenarnya? Itu cerita dulu, Sayang.


Harus ingat ini: Aku adalah refleksi dirimu. Dan kau cerminku. Ketika aku berteriak, kau pun meledak. Ketika aku merajuk, kau tak sudi membujuk. Saat aku berucap kasar, kau kian liar. Hah! Matilah aku. Aku tak bisa dan jikalau pun bisa, aku tak akan pernah menghapusmu dari cermin itu. Biar saja kau abadi di sana. 

Karena kau cerminku, saat aku tersenyum kau pun tersenyum. Waktu aku manyun kau pun tak nampak santun. Baiklah, pada cermin itu hanya akan kusuguhkan senyum dan canda tawa paling ceria. Aku mengalah. Aku harus mengalah. Aku yakin keegoisanmu akan luluh ketika aku sudah benar-benar menjadi tanggung jawabmu, kelak.



Menikah bagiku juga bukan perkara cinta. Lebih dari itu ketika segala urusan yang menjadi tanggung jawabmu dan juga tanggung jawabku pada ke dua orangtua telah rampung, tentu dengan iklas aku akan mengabdikan diriku padamu laki-laki yang telah berani menanggung dosa-dosaku kelak. 

Iya, menikah bukanlah akhir dari petualangan untuk bermain, bersenang-senang. Kita berdua adalah suatu tim yang akan saling menguatkan, mendukung, tentang segala hal yang menjadi cita-cita, maupun kesenangan dari ke duanya.

Kita akan keliling dunia, 'kan? Diawali dengan menelusuri jalan di sepanjang bantaran Sungai Neva yang membeku pada puncak musim dingin, atau menghabiskan waktu menikmati senja, menyeruput machiatto disela-sela obrolan kita di suatu kedai kopi di salah satu sudut St.Petersburg.

Aku ingin membuat wanita-wanita lain iri pada apa yang aku punya! Bukan perkara paras. Tentu saja bukan itu! Aku ingin mereka takjub padaku, meskipun sudah menyandang gelar istri, tetapi aku masih bisa mengekspresikan diriku dengan dunia yang aku cintai. Aku tidak mau menjadikan diriku wanita yang kaku. Berdandan ala ibu-ibu seraya mengahabiskan waktu membeku di dapur hanya untuk mempersiapkan jamuan untukmu. Tentunya kau pun tidak rela jika keberadaanku di hidupmu hanya sebatas menjadi pembantu rumah tangga yang bergelar nyonya?

Dan aku pun tidak akan pernah mengikatmu untuk bersosialisasi dengan seluruh temanmu di belahan dunia. Kau bebas menjadi dirimu. Mimpi-mimpimu yang gila itu, jalan pikiranmu yang selalu membuatku takjub itu, ya, akan kubiarkan kau tetap liar karena itu adalah salah satu alasan mengapa aku merelakan diriku mendampingimu sampai salah satu dari kita atau barangkali sampai kita sama-sama dipanggil olehNya.

Laki-lakiku, bukankah pernikahan itu adalah dunia baru yang tentu membutuhkan persiapan lebih dari sekadar dua manusia yang sudah cukup matang secara usia?

Maka dari itu, sebelum kita benar-benar mantab untuk melangkah ke sana, izinkan aku menjejali otakku dengan berbagai ilmu, mempercantik kepribdianku supaya kelak kau tak akan pernah menyesal telah memilihku.

Api cinta ini jangan sampai padam. Kita harus kompak menjaga komitmen yang ada. Seperti babi ngepet dan penjaga lilinnya, ke duanya bekerja sama dan tahu menjalankan tugas masing-masing. :D

Kautahu, aku tidak akan menggantungkan diri dan hanya menjadi bebanmu. Lebih dari itu kita berdua akan melangkah berdampingan bekerja keras mewujudkan hal-hal gila selama ini hanya menjadi wacana semata. 

Tunggu dulu, sebelum kita saling membahagiakan, sebagai anak sudah selayaknya kita memberikan hadiah terindah pada ke dua orangtua, membebaskan mereka dari kemalangan di usianya yang telah senja, melukis senyum nan damai saat melepas kita ke alam yang maha liar, membiarkan kita membentuk dunia kecil yang di dalamnya hanya ada aku, kau, dan buah hati kita.

Apakah kita mau tinggal di Rusia, atau di Georgia, bagiku asal bersamamu, di mana pun berada di situlah surga kecil kita, Sayang.

Terima kasih telah memilihku. :)

0 komentar:

Posting Komentar

 

Rumah Kopi Copyright © 2010 Design by Ipietoon Blogger Template Graphic from Enakei | web hosting