Rabu, 11 Maret 2015

RAIN AT A MORNING

Diposting oleh Rumah Kopi di 07.39

Dear, My Lalaland. Apa kabar? Basa basinya cukup begitu aja, ya! Soalnya udah banyak uneg-uneg yang menumpuk di hatiku.

Lalaland, ”Tak ada kata terlambat untuk belajar,” kata pepatah sih, begitu! Masalahnya selalu saja terbentur oleh rasa malas. Bahkan akhir-akhir ini sering ngrasa aneh. Nggak jelas, deh! Kalau lagi pengen nulis, malah pegang buku--membaca. Kalau lagi mau konsen membaca, tiba-tiba gatel pengen nulis. Nggak konsisten! Yap! Bener banget. Seperti itulah diriku saat ini. Semua orang memiliki rasa malas. Itu sih, tergantung diri sendiri bagaimana mengatasinya. Aku tahu aku salah. Sayangnya aku tak segera bertindak memperbaikinya.

Ah, entahlah! Mau jadi apa aku ini!

Lalaland, ada hal lain yang ingin kusampaikan padamu. Mendekatlah sini. Aku ... Aku ini siapa? Eh, maksudku aku tahu diriku manusia biasa. Bukan Malaikat atau Santa Claus yang konon bisa menebar kebahagiaan. Namun begitu, sebagai manusia biasa hatiku tak bisa diam saja jika ada seseorang yang sedang dilanda kesusahan. Cobaan. Apa pun bentuknya. Aku ingin menjadi tangan-tangan yang mampu menopang, mengangkat, mencerabut ketidaknyamanan yang tengah dialami mereka. Tapi, sekali lagi aku sadar aku manusia--memiliki keterbatasan yang luar biasa. Ingin tapi tidak bisa. Membebaskan mereka dari beban hidup, satu persatu, aku belum mampu.

“Bahagiakan orang lain maka kau akan bahagia karenanya.”

Entahlah darimana kutipan itu berasal. Yang jelas, kalimat itu sudah melekat dan akrab sekali denganku. Rasa ingin memberi, membagiakan, terlalu peka itu membuatku mudah sekali terpedaya. Aku memang gampang percaya pada sesiapa. Itu nggak baik. Tapi, bagiku selepas aku memiliki niat baik yang tulus, tentang bagaimana mereka menaggapinya, itu sih nggak penting. Mereka boleh saja menipuku. Atau menganggapku sok lugu. Yang jelas aku bukan ingin dipuji karena mereka terharu atas persembahanku. Aku menempatkan diri pada siapa pun yang sedang tidak beruntung itu. Bukankah lebih baik membantu dari pada dibantu. Filosofinya ialah, berarti aku lebih beruntung dari orang yang memerlukan pertolongan itu. Berbagi sedikit apa yang kumiliki. Itu saja.

Rasa sakit.

Berdamailah dengannya. Rasa sakit itu karena percayalah hal tersebut tak berlangsung lama. Dulu, aku rajin sekali merutuki nasibku yang sering jatuh sakit. Langganan kayaknya. Lama kelamaan semua menjadi biasa bagiku. Aku percaya bahwa Tuhan, melalui rasa sakit yang kualami tersebut telah mengirimkan penyeimbang dari hal-hal luar biasa yang telah aku dapati. Singkat kata, rasa sakit merupakan penyeimbang segalanya. Dengan merasakan sakit, maka aku akan lebih mensyukiri nikmat berupa hal sederhana. 

Mengerikan ya, tergolek sendirian, merintih-rintih kesakitan, lalu akhirnya ketiduran. Mau bagaimana lagi? Ini kan resiko dari apa yang menjadi pilihan hidupku. Sakit, sehat, sedih, dan senang, adalah biasa. Kalau nggak pengen ngalami hal itu ya, jangan hidup.

Untunglah semalam nggak sampe muntah. Pagi ini tinggal lemes doang. Semoga lekas pulih dan bisa kembali beraktivitas.


Oh, iya, Lalaland. Apa kabar dengan hatinya? Apa jauh lebih damai sekarang? Entahlah ya, kuharap begitu! 

Apa kautahu? Ada beberapa hal tentang suatu kesalahan yang dilakukan orang lain itu, harusnya diingatkan supaya kelak nggak akan kembali melakukan. Tetapi seharusnya dengan cara yang baik sih! MENGINGATKAN JANGAN SAMPAI MELUKAI. Sayangnya, aku sering lepas kontrol ketika emosi.


Lalaland, akutahu, ucapan atau triakan kasar yang terjadi saat emosi, sesungguhnya bisa mematikan ikatan antara dua hati. Aku begitu menghindari hal itu. Namun entahlah, akhir-akhir ini aku lepas kontrol. Aku tahu aku yang salah. Tapi penyesalanku nggak akan mengembalikan waktu. 

Maafin, Mutt, ya, Mass. Jika Mut nggak bisa membuat Mase damai, pergilah. Mungkin di luar ada dan tentu ada yang lebih baik dariku. Sebenarnya aku bisa melakukan apa saja, yang sulit bagiku adalah mengendalikan emosi. Aku takut menyakitimu lebih dari ini. Aku sayang sama Mase, tapi cintaku selalu melukai orang yang aku sayangi. 


Tanyakan pada hatimu, seberapa berartinya aku dihidupmu? Jika kamu nggak bahagia denganku, pergilah. Jika kamu menginginkanmu selalu bersama sampai kita benar-benar menjadi manusia dewasa yang baik, dan kamu bisa menerima kekuranganku, tentu saja aku bersedia menghabiskan sisa hidupku bersamamu. 


Taipe, 11 Maret 

0 komentar:

Posting Komentar

 

Rumah Kopi Copyright © 2010 Design by Ipietoon Blogger Template Graphic from Enakei | web hosting